Selasa 09 Jun 2015 21:32 WIB

Anas Ajukan PK, ICW: Ada Alat Bukti Baru Tidak?

Rep: C32/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum usai mendengarkan putusan majelis hakim saat sidang vonis kasus korupsi tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/9).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum usai mendengarkan putusan majelis hakim saat sidang vonis kasus korupsi tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum berencana mengajukan peninjauan kembali (PK), atas putusan Mahkamah Agung yang memberatkan hukumannya dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara, serta pencabutan hak politik.

Menanggapi hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz mengatakan hal tersebut bisa saja dilakukan, asalkan pihak Anas Urbaningrum bisa menunjukan alat bukti baru.

"Yang mungkin dilakukan oleh penasihat hukumnya tentu PK, akan tetapi pertimbangannya ada alat bukti baru tidak?," katanya kepada ROL, Selasa (9/6).

Menurutnya, jika ada alat bukti baru mungkin saja PK akan berguna bagi proses hukum Anas. Namun, jika tidak ada alat bukti baru rasanya pengajuan PK yang dilakukan oleh Anas dan tim penasehat hukumnya tidak akan terlalu berpengaruh dengan putusan hakim.

"Jadi menurut kami silahkan PK. Tentu kami berharap pengadilan konsisten dengan keputusannya," ujarnya.

Ia juga menambahkan, untuk penambahan hukuman Anas tetap seperti keputusan MA yang sudah cukup baik.

Seperti diketahui, Anas didakwa menerima dari berbagai proyek pemerintah termasuk proyek Hambalang. Dari kasus tersebut, materi yang didakwakan senilai Rp 116,8 miliar dan 5,26 juta dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement