Kamis 11 Jun 2015 16:00 WIB
Engeline Tewas

Wapres: Engeline Dibunuh Secara Kejam

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Foto: @Pak_JK
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kasus pembunuhan Angeline, bocah delapan tahun asal Denpasar Bali, kini tengah menjadi perhatian publik. Saat ini, pihak kepolisian baru menentapkan seorang tersangka yang bernama Agustinus Tai Hamdamai.

Insiden pembunuhan terhadap bocah berusia delapan tahun ini pun juga membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla berduka.

"Ya tentu kita sangat sedih mendengarkan kejadian itu karena itu sangat menyedihkan dan mengenaskan gitukan bahwa seorang anak yang baik itu dibunuh secara kejam. Oleh karena itu, polisi sudah menangkap tersangkanya," kata JK di Pangkalan Udara TNI Adi Soemarmo, Solo, Kamis (11/6).

Ia pun berharap proses hukum terhadap pelaku berjalan dengan lancar dan dapat dihukum sesuai dengan undang-undang. "Tentu akan diproses dengan cepat dan dengan hukuman yang berat apabila terbukti," ujarnya.

Sebelumnya, kepolisian telah mengamankan tujuh orang saksi kasus pembunuhan Angeline dan telah menetapkan seorang tersangka. Agustinus Tai Hamdamai alias Agus menjadi tersangka tunggal.

"Tapi kasusnya masih didalami lagi. Apakah ada keterlibatan pihak lain," kata Kapolresta Denpasar, Kombes Pol AA Gde Sudana, Kamis (11/6).

Dari pengakuan tersangka Agus, dia menghabisi Angeline untuk menghilangkan jejak karena kerap melakukan kekerasan seksual pada korban. Perbuatan Agus pada Angeline, juga diketahui oleh Margareth, ibu angkat Angeline.

Pengacara di Denpasar, Mu'adz Mashadi, meragukan pengakuan tersangka bahwa dia sebagai pelaku tunggal.

Dalam hal ini, katanya, polisi harus mencari pihak-pihak yang turut serta, baik yang menyuruh, mengetahui atau membantu, sesuai pasal 55 dan 56 KUHP.

"Turut serta kan tidak harus ikut memegangi atau ikut mengeksekusi," katanya.

Direktur Kantor Advokat Mu'adz dan Partner itu melihat keganjilan-keganjilan ketika kasus hilangnya Angeline mulai ditangani polisi.

Misalnya, sebut Mu'adz, mengapa Margareth menghalang-halangi polisi atau pejabat yang ingin masuk ke rumah atau bertemu dengannya.

"Tapi, kita tidak boleh memvonis. Biarkan polisi bekerja untuk mendapatkan kesimpulan-kesimpulannya," tandasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement