REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalih pengembalian jabatan Wakil Panglima TNI yang diutarakan Presiden Joko Widodo dinilai tidak beralasan. Sebab, wacana yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan pembinaan ketika Panglima TNI berhalangan dianggap tidak penting dan kurang efektif.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti dalam siaran persnya kepada Republika, Kamis (11/6). Ia menilai persoalan kehadiran bukanlah menjadi halangan besar untuk kemudian memunculkan jabatan yang sebelumnya di hapus pada awal era reformasi tersebut.
"Dalih pengembalian jabatan Wakil Panglima TNI untuk mengantisipasi jika Panglima TNI berhalangan, adalah alasan yang tidak berdasar. Sebab, di era teknologi informasi yang sudah maju pesat, ketidakhadiran secara fisik tidaklah menjadi kendala besar dan bukan halangan," kata Poengky.
Ia beralasan jika memang Panglima TNI berhalangan dan sifatnya permanen, maka opsi yang bisa dilakukan adalah melakukan pergantian. Bukan justru menyerahkan kepada pihak lain untuk menggantikan sementara dalam suatu kegiatan atau kepentingan.
Sebaliknya jika halangan itu bersifat temporer, opsi menghadirkan wakil panglima TNI tetap tidak akan membuat organisasi menjadi lebih efektif.
Apalagi fungsinya hanya sekadar menggantikan. Semestinya yang dilakukan adalah memperbaiki mekanisme manajerial birokrasi, koordinasi, dan mekanisme pengambilan keputusan di dalam organisasi.
Selain itu menurutnya pengembalian jabatan dalam konteks reorganisasi TNI yang dilakukan di masa pemerintahan Jokowi bukan hanya tidak tepat dan tidak beralasan. Tujuan ini melainkan justru bertolakbelakang dengan semangat dan agenda reformasi internal TNI.