REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyebut pelemahan nilai tukar rupiah dan anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG) lebih disebabkan karena faktor eksternal. Banyak terjadi aksi spekulasi akibat kondisi global saat ini.
"Ada faktor eksternal yang tidak bisa kita kontrol. Tekanan mata uang ini adalah tren dunia, tidak hanya terjadi di Indonesia," kata Sofyan di Gedung DPR RI.
Sofyan mencontohkan salah satu penyebabnya adalah adanya spekulasi dari para manajer investasi dunia akibat krisis utang Yunani. "Mereka menganggap Yunani tidak bisa membayar utang, sehingga mereka memainkan isu itu untuk menarik dana-dananya di negara berkembang, termasuk di negara kita," kata Sofyan.
Deputi Ekonomi Makro dan Moneter Kemenko Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus menambahkan, tekanan terhadap rupiah dan IHSG memang selalu terjadi menjelang rapat FOMC (Federal Open Market Committee) bank sentral Amerika Serikat the Federal Reserve terkait kenaikan suku bunga.
Saat ini, ujar Bobby, sudah ada indikasi the Fed akan menaikkan suku bunga. Hal itu yang memunculkan spekulasi para manajer investasi di AS yang menyarankan menarik dana-dana yang ada di luar negeri, termasuk di Indonesia.
"Karena pasar valuta asing kita tipis, maka pengaruhnya terhadap nilai tukar signifikan saat ada dana keluar," ujar Bobby.
Bobby meyakini nilai tukar rupiah akan stabil setelah digelarnya rapat FOMC pada pertengahan Juni ini. .
Walaupun nantinya the Fed benar-benar memutuskan kenaikan suku bunga pada tahun ini, hal tersebut justru lebih baik karena tidak akan lagi muncul aksi spekulasi.
"Ibaratnya, syok yang kita rasakan hanya sekali. Kita pun bisa mengukur berapa cadangan devisa yang bisa kita keluarkan kalau the Fed sudah memutuskan kenaikan suku bunga," kata Bobby.