REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Chusnul Mar'iyah menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak cukup netral dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga penegak hukum. Hal ini menurutnya tercermin dari apa yang menimpa mantan ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Jadi Anas masuk di dalam pusaran yang dikoruptorkan. Koruptor itu ada dua, koruptor sejati dan yang dikoruptorkan. Dia dikorbankan," kata Chusnul Mar'iyah, Jumat (12/6) di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Chusnul, yang juga pernah menjadi saksi ahli dalam persidangan Anas, menyebut KPK dan MA tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Terkait KPK, Chusnul bahkan menyimpulkan lembaga antirasuah itu telah melampaui batas karena dikendalikan oleh elite tertentu.
"Jadi, KPK itu dijadikan instrumen, alat, untuk menghancurkan lawan politik," ucapnya.
Bahkan, Chusnul menengarai, kinerja KPK sudah memburuk sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menyebut, hukuman yang menimpa Anas murni akibat gejolak politik di dalam tubuh Partai Demokrat.
Terutama menjelang pemilihan ketua umum partai tersebut. Saat itu, Anas bersaing memperebutkan kursi ketua DPP, dan akhirnya berhasil.
"Ya, kan ini masih rangkaian politik Cikeas. Jadi, isunya itu isu kongres (Partai Demokrat), bukan isu Hambalang, bukan isu yang lain," tandasnya.
Seperti diketahui, Anas Urbaningrum diganjar hukuman yang berlipat ganda dari majelis hakim Mahkamah Agung (MA). Kasasi yang diajukannya ditolak MA.
Sehingga dia mendapat hukuman 14 tahun pidana kurungan, denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan, dan kewajiban membayar Rp 57.592.330.580. Selain itu, hak politik Anas Urbaningrum juga dicabut.