REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ekploitasi alam secara besar-besaran di lereng Gunung Merapi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat berdampak pada bencana kekeringan meskipun wilayah ini merupakan daerah tangkapan air.
"Bencana kekeringan tetap dapat terjadi di wilayah Sleman jika ekploitasi alam, terutama pengerukan pasir terus dilakukan," kata Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Dhani Suryawan, Ahad (14/6).
Menurut dia, berbeda dengan kabupaten lain yang wilayahnya termasuk lereng Merapi, Sleman daerah yang paling rawan mengalami bencana kekeringan.
"Wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sleman itu mempunyai daerah tangkapan air. Tapi Sleman sendiri yang paling rawan mengalami kekeringan," katanya.
Ia mengatakan, pascaerupsi Merapi 2010, pihaknya mendeteksi ada 38 titik mata air di lereng Merapi yang berada di empat kabupaten tersebut. Termasuk yang paling besar debit airnya adalah di Umbul Lanang dan Umbul Wadon, di Kecamatan Cangkringan, Sleman.
"Setelah erupsi 2010, dua mata air di hulu Sungai Kuning ini mengalami kenaikan debit," katanya.
Dhani mengatakan, bencana kekeringan dapat terjadi karena secara geologi, tanah lereng Merapi di Sleman tergolong lebih muda dibandingkan yang lainnya. Usia tanahnya baru sekitar dua ribu tahun.
"Sedangkan sisi timur dan utara, yaitu di Boyolali itu Merapi tua. Usia tanahnya sekitar 60 ribu tahun. Usia tersebut berkorelasi dengan ketebalan tanahnya yang berfungsi untuk menyimpan air di saat musim hujan. Ketebalan tanah di Sleman hanya satu meter saja untuk menyimpan air. Sedangkan Boyolali bermeter-meter," katanya.
Ia mengatakan, erupsi Merapi 2010 yang merupakan terbesar sejak 130 tahun terakhir, dari sisi positifnya memang sangat bagus untuk memulihkan deposit air. Karena material pasir yang dikeluarkan berfungsi sebagai tempat menyimpan air.
"Fungsi pasir itu seperti spons, sebagai penyimpan air," katanya.
Kendati demikian, kata dia, eksploitasi lereng Merapi sampai kini tetap ada. Banyak pasir yang telah dikeruk, terutama di Sleman.
"Kalaupun di Boyolali pasirnya habis, air tidak akan kering. Tapi berbeda jika terjadi di Sleman. Tidak hanya musibah kekeringan saja, juga bisa saja terjadi bencana lainnya. Misal saja banjir bandang ketika di musim hujan, karena air hujan tak bisa terserap dengan baik akibat banyaknya pasir yang berkurang," katanya.