REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA ---- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 7,50 persen dengan suku bunga deposit fasility 5,5 persen dan lending facility 8,0 persen. Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) tersebut untuk menjaga inflasi berada pada sasaran 4 plus minus 1 persen di 2015 dan 2016 serta mengarahkan defisit transaksi berjalan di kisaran 2,5-3,0 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, dalam kondisi saat ini Bank Indonesia masih tetap menjaga ancaman inflasi, dan risiko suku bunga the Fed naik. Sehingga BI berhati-hati untuk pertahankan BI rate, karena juga melihat pertumbuhan ekonomi yang menurun menjadi perhatian BI.
Dari waktu ke waktu, lanjutnya, BI melakukan assesment. Sebab, kondisi global sangat mempengaruhi ekonomi domestik. Kebijakan BI masih tetap menjaga stabilisasi inflasi dan defisit transaksi berjalan (CAD) karena ke depan masih ada ancaman inflasi, elnino dan sebagainya.
"Untuk ke depan kita akan membuat assesment lagi dari pertumbuhan. Untuk saat ini asesment kami BI rate 7,5 persen bisa mengimbangi berbagai faktor makro tadi," jelas Tirta dalam konferensi pers seusai RDG di gedung Bank Indonesia Jakarta, Kamis (18/6).
Tirta menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global cenderung bias ke bawah, terutama didorong perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya dan revisi ke bawah realisasi PDB pada kuartal I-2015. Tekanan terhadap perekonomian AS dipengaruhi penguatan dolar AS. Hal itu berdampak pada menurunnya kinerja sektor eksternal dan melemahnya investasi khususnya bidang energi.
Hal itu juga mendorong ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate. Pelambatan ekonomi juga dialami Cina, sebaliknya perekonomian Eropa diperkirakan membaik, meskipun dibayangi risiko tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi fiskal Yunani (Grexit).
"Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga komoditas dunia yang menurun, meskipun harga minyak meningkat secara gradual. Risiko keuangan global masih cukup tinggi yang berpotensi mendorong pembalikan modal portofolio dari negara emerging market termasuk Indonesia," imbuhnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2015 diperkirakan masih terbatas dan akan membaik pada kuartal selanjutnya. Dari sisi eksternal, ekspor diperkirakan masih tertekan karena kondisi perekonomian global dan harga komoditas yang masih rendah.
Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, karena masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan. Sementara itu, konsumsi diperkirakan membaik. Hal itu terindikasi dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada Mei 2015.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan membaik. Hal itu didukung peningkatan konsumsi dan investasi pemerintah dengan semakin meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.