REPUBLIKA.CO.ID, BUJUMBURA -- Setidaknya 70 orang telah tewas, 500 terluka dan lebih dari 1.000 orang dipenjara selama pekan-pekan kekerasan politik di Burundi, Kamis malam (18/6).
Negara Afrika tengah bermasalah itu telah mengalami krisis sejak akhir April karena upaya kontroversial Presiden Pierre Nkurunziza untuk mencalonkan diri untuk periode ketiga secara berturut-turut. Langkah itu dinilai lawannya sebagai inkonstitusional dan pelanggaran kesepakatan damai 2006 yang mengakhiri 13 tahun perang saudara.
Pemilihan umum parlemen rencananya diselenggarakan pada 29 Juni menjelang pemilihan umum presiden pada 15 Juli.
"Kami telah mengidentifikasi 70 orang tewas, sebagian besar akibat peluru tetapi juga granat. Mayoritas adalah warga sipil, serta polisi dan tentara. Sekitar 500 terluka oleh peluru, granat, dan batu, termasuk 50 tetap dirawat di rumah sakit," kata Pierre-Claver Mbonimpa, yang mengepalai kelompok hak asasi berpengaruh Burundi Aprodeh.
Lebih dari 100 ribu orang telah melarikan diri dari kekerasan itu ke negara-negara tetangga.