REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kejujuran sudah menjadi barang langka di tengah umat. Maka, kehadiran Ramadhan bisa menjadi momen untuk melatih kembali kejujuran.
“Ramadhan adalah bulan pelatihan untuk senantiasa jujur dan amanah. Itu ujian bagi setiap orang, apakah dia benar-benar berniat untuk berpuasa atau tidak,” kata Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia KH Syuhada Bahri, kepada Republika, Selasa (30/6).
Kiai Syuhada mencontohkan, Muslim yang jujur akan menjaga diri meski orang di sekelilingnya makan-minum dengan leluasa. Pun seandainya ia menyelam ke kolam, dia tidak akan sembunyi-sembunyi minum air. Inilah nilai kejujuran yang dibangun secara sunnatullah di bulan Ramadhan.
Semestinya, lanjut Syuhada, pelatihan itu berdampak pada sebelas bulan berikutnya. Tidak sekadar jujur pada bulan Ramadhan, tetapi juga pada 11 bulan usai Ramadhan.
Menurut Kiai Syuhada, hal itu harus menjadi perenungan dari sekarang. Setiap Muslim yang berpuasa harus melakukan perenungan, bagaimana mempertahankan kejujuran yang sudah dicapai selama Ramadhan ini.
Ia pun memberi sejumlah kiat untuk menjaga perilaku jujur. Misalnya, melanjutkan kebiasaan membaca Alquran yang begitu hidup saat Ramadhan. Lalu, meneruskan kebiasaan shalat tarawih dengan tahajud di luar Ramadhan. Kemudian, kita pertahankan pencapaian dalam sholat berjamaah di masjid, kegemaran bersedekah, dan kepedulian terhadap sesama.
“Pertahankan kebiasaan baik yang kita lakukan saat Ramadhan untuk menjaga ketaatan diri kita kepada Allah,” ucapnya. Dengan melakukan perenungan terhadap hal-hal semacam itu, menurut Kiai Syuhada, Ramadhan akan tetap memiliki pengaruh pada pribadi kita sepanjang tahun.
Tak terkecuali, dalam konteks kebangsaan. Kiai Syuhada menilai, jika setiap Muslim mencapai kandungan Ramadhan ini, semestinya tidak ada lagi orang Islam yang melakukan korupsi atau suap. Jangankan korupsi uang, korupsi waktu pun tidak akan dia lakukan.
Nilai-nilai kejujuran seolah hilang di tengah masyarakat. Menurut Kiai Syuhada, ini lantaran nilai-nilai Islam tidak mewujud dalam diri seorang Muslim. Ketika dia shalat, shalatnya tidak bisa menjaga dari perbuatan yang keji dan munkar. Ketika dia puasa, puasanya tidak mempengaruhi dia untuk menjadi manusia yang jujur dan amanah.
Idealnya, menurut Kiai Syuhada, menanamkan kejujuran perlu dilakukan sejak kanak-kanak. Hanya saja, secara kecil-kecilan sekarang orang tua pun mengajari anak untuk bersikap tidak jujur.