REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari empat juta warga Suriah telah melarikan diri dari perang sipil yang melanda negara tersebut untuk menjadi pengungsi di wilayah sekitar--satu juta di antaranya mengungsi sepanjang 10 bulan terakhir, demikian PBB menyatakan pada Kamis (9/7).
"Ini adalah populasi pengungsi terbesar dari satu konflik sepanjang generasi terakhir," kata kepala badan pengungsi PBB (UNHCR) dalam penyataan tertulis.
"Ini adalah populasi yang membutuhkan dukungan dunia, namun justru hidup dalam kondisi memprihatinkan dan tenggelam lebih jauh dalam kemiskinan," kata dia.
UNHCR mengatakan bahwa lonjakan kedatangan pengungsi di Turki telah membuat angka total pengungsi Suriah di negara-negara tetangga menjadi 4.012.000 orang.
Pada 10 bulan lalu, tepatnya akhir Agustus 2014, pengungsi Suriah yang terdaftar baru mencapai tiga juga, kata UNHCR, sambil menambahkan bahwa jika warga Suriah terus melarikan diri dari negaranya seperti saat ini, maka jumlah mereka akan menjadi 4,27 juta pada akhir tahun.
Pengungsi Suriah saat ini merupakan yang terbesar yang pernah ditangani oleh UNHCR selama seperempat abad terakhir, sejak organisasi tersebut membantu 4,6 juta warga Afghanistan pada 1992, kata juru bicara UNCR kepada AFP.
Lebih dari 230.000 nyawa telah tewas di Suriah sejak demonstrasi anti-pemerintah muncul pada Maret 2011, yang kemudian berkembang menjadi perang sipil antara pasukan pro-rezim, gerilyawan, dan sejumlah kelompok garis keras.
Lebih dari itu, 7,6 juta warga Suriah kehilangan rumah tetapi masih bertahan di tengah konflik, "banyak di antara mereka harus menghadapi situasi sulit dan di lokasi yang sulit dijangkau," kata UNHCR.
Di sisi lain, pengungsi asal Suriah mencapai sepertiga dari total 137.000 orang yang menyeberangi Laut Tengah ke Eropa sepanjang pertengahan pertama tahun 2015 -- banyak dengan menggunakan perahu rakitan yang dikendalikan oleh pelaku perdagangan manusia, demikian data UNHCR menunjukkan.
"Memburuknya situasi telah mendorong bertambahnya jumlah pelarian ke Eropa dan wilayah lain," kata Guterres sambil menekankan bahwa "sebagian besar pengungsi masih bertahan di kawasan (Timur Tengah)."