REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan tersangka dua pejabat Komisi Yudisial (KY) banyak dikaitkan dengan kriminalisasi para pendukung KPK.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Bahiej mengatakan belum bisa menyebut ada rekayasa atau kriminalisasi atas penetapan tersebut
Ahmad menilai masih terlalu dini untuk menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi atau bukan. Apalagi proses hukum baru saja bergulir.
"Kita belum tahu apakah ini memang mengada-ada atau tidak. Masih terlalu dini menyimpulkannya karena prosesnya saja baru dimulai," katanya saat dihubungi ROL, Senin (13/7).
Menurutnya, kepolisian pasti memiliki alasan sendiri dalam prosedur penetapan tersebut. Tidak kemudian serta merta menetapkan tanpa bukti dan keterangan yang memadai.
Ia menyebut proses persidangan yang akan membuktikan anggapan-anggapan pro dan kontra yang dikeluarkan publik. Publik harus menunggu proses dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian bisa menilai.
Tambah dia, jika dalam proses persidangan tidak terbukti maka ini bisa disebut ada upaya rekayasa. Oleh karena itu kepolisian harus bisa memaparkan dengan jelas bukti dan keterangan yang menjadi landasan penetapan tersangka.
Ketua KY Suparman Muzaki dan Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri ditetapkan menjadi tersangka oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas tuduhan pencemaran nama baik yang dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi.
Sarpin yang pernah menangani kasus praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan merasa terpojokkan atas komentar keduanya atas putusan yang dikeluarkan dirinya.