Jumat 17 Jul 2015 05:50 WIB

Dialog Multikultural untuk Kerukuman Umat

Red: Dwi Murdaningsih
Kerukunan umat beragama
Foto: Antara
Kerukunan umat beragama

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Tim Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementrian Agama RI

Secara konstitusional Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat multikultural, untuk mewujudkan hal tersebut banyak tantangan yang harus dihadapi, baik berkait dengan soal-soal kebangsaan maupun keagamaan. Masyarakat Indonesia yang majemuk, yang diwarnai keanekaragaman adat istiadat, suku, ras, dan agama serta bahasa yang berbeda-beda, sebenarnya merupakan kondisi ideal bagi terciptanya bangsa Indonesia yang kuat dan jaya. namun kemajemukan tersebut mengandung berbagai kerawanan konflik kepentingan di dalam masyarakat.

Kondisi itu sering tidak berhasil di atasi, sehingga konflik vertikal dan horizontal menjadi hal yang semakin biasa terjadi yang kadangkala diikuti dengan konflik-konflik sosial bernuansa agama di beberapa tempat, seperti Poso, Ambon, dan lainnya. Banten sebagai salah satu entitas budaya di Indonesia, memiliki lanskap kehidupan keagamaan yang cukup unik dan menarik. Sebelum kedatangan bangsa-bangsa eropa, etnis Arab, India, dan Thionghoa telah lama bermukim dan berinterksi dengan masyarakat Banten.

Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda. Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.