REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Muzakir, mengatakan insiden pembakaran masjid di Tolikara adalah bentuk kejahatan terhadap agama. Selain merusak rumah ibadah, pelaku juga menghalangi kegiatan peribadatan.
"Sebetulnya ada dua tindakan yang bisa dipidanakan, yakni soal perusakan tempat ibadah dan perusakan kios. Namun, insiden ini lebih fokus terhadap perusakan tempat ibadah," jelas Muzakir ketika dihubungi ROL, Ahad (19/7).
Ia menilai, fokus tersebut wajar karena ada unsur kesengajaan atas pembakaran rumah ibadah.
"Tidak mungkin jika tidak ada unsur kesengajaan. Jika ada alasan semula hanya ingin membakar kios tentunya tahu bahwa di dekatnya ada rumah ibadah. Perusakan rumah ibadah adalah kejahatan terhadap agama dan ada aturan pidananya," lanjutnya.
Menurut Muzakir, perusakan tempat ibadah dan menghalangi kegiatan peribadatan melanggar pasal 175 dan pasal 176 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Karena itu, dirinya menyarankan agar proses hukum bagi pelaku pembakaran masjid ditegakkan secara benar.
"Harus ada penagakan yang adil dan objektif. Penegakan hukum insiden ini sebaiknya menjadi pesan untuk tidak bertindak semena-mena dalam menjaga kerukunan beragama," tambah Muzakir.