REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Beberapa insiden perpecahan, di antaranya pembakaran kios dan masjid di Tolikara dan usaha pembakaran gereja di Solo menunjukkan lemahnya kerja intelijen di Indonesia.
“Lemahnya intelijen bukan hanya menuding Badan Intelijen Negara (BIN) karena kepolisian juga punya intel, militer juga punya intel," jelas Ketua Setara Institute Hendardi, Kamis (23/7).
Dia berpendapat, aparat intelijen yang berada dalam setiap lembaga keamanan, seharusnya bisa mengendus indikasi-indikasi akan adanya perpecahan di suatu daerah. "Mereka aparat pertama yang harus tahu (intelijen), untuk selanjutnya dicegah," ujarnya.
Ia menyarankan agar aparat penegak hukum lebih aktif lagi dalam pengawasan-pengawasan seperti itu, terutama pihak kepolisian. Karena perpecahan yang terjadi di Tolikara atau Solo, dipicu oleh persoalan-persolan kemasyarakatan.
Seperti diketahui, saat perayaan Idul Fitri lalu, beberapa kios dan masjid di Karubaga, Tolikara dibakar massa. Selain itu, dua hari setelah kejadian Tolikara, sebuah gereja di Solo menjadi sasaran percobaan pembakaran oknum tak dikenal.