REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti tidak akan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi suap majelis hakim dan panitera PTUN Medan.
"Pak Gatot kemarin ada di Medan. Beliau kemarin mengikuti acara halal bi halal dengan pegawai pemerintah provinsi di Sumut, keberadaan beliau sampai saat ini belum komunikasi," kata pengacara Gatot dan Evi, Razman Arif Nasution di gedung KPK Jakarta, Jumat (24/7).
Hari ini keduanya seharusnya diperiksa oleh KPK, Evi menjadi saksi untuk pengacara OC Kaligis, sedangkan Gatot menjadi saksi untuk anak buah Kaligis, M Yagari Bhastara alias Gerry. "(Dengan bu Evi) belum berkomunikasi," tambah Razman.
Ia pun mengaku sudah mengirim surat mengenai penolakan pemeriksaan tersebut. "Surat kami udah ada. Saya baru saja mengantarkan surat ke KPK. Kita menggunakan prosedur sebagaimana diatur dalam undang-undang, dan untuk apa yang menjadi surat kami di dalam, seperti apa bunyinya, nanti saudara bisa konfirmasi ke kepala bagian pemberitaan KPK," ungkap Razman.
Pada Kamis (23/7), Razman pun mengaku bahwa Evi meminta agar diperiksa pada Senin (27/7) mendatang. Razman kemarin pun mengaku melarang Gatot datang hari ini. "(Pak Gatot) tidak akan datang dan saya tidak akan mengizinkan klien saya datang dengan tidak dipanggil secara resmi. Kita pakai aturan kok," ungkap Razman.
Sebelumnya KPK sudah memeriksa Gatot pada Rabu (22/7) selama 11 jam. KPK pun sudah mencegah Gatot, Evi dan empat orang lain yaitu Julius Irawansyah Mawarji, Yulinda Tri Ayuni, Yeni Oktarina Misnan dan OC Kaligis.
KPK sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Selain Kaligis, kelimanya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan pada 9 Juli 2015 dan mengamankan uang 15 ribu dolar AS (sekitar Rp195 juta) dan 5 ribu dolar Singapura (sekitar Rp45 juta) di kantor Tripeni.
Kaligis sendiri ditangkap di Hotel Borobudur pada 14 Juli 2015 dan langsung ditahan pada hari yang sama. Tindak pidana korupsi itu terkait dengan gugatan ke PTUN Medan yang dilakukan oleh mantan Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis atas terbitnya sprinlidik (surat perintah penyelidikan) dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, 2013 dan 2014.
Terhadap sprinlidik tersebut, pemerintah provinsi Sumatera Utara pun mengajukan gugatan ke PTUN Medan dengan pemerintah provinsi menunjuk Gerry sebagai pengacara untuk melakukan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait dengan UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang. Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, hakim Tripeni dan rekan menyatakan permintaan keterangan oleh jaksa kepada Fuad Lubis ada unsur penyalahgunaan kewewenangan.