Jumat 24 Jul 2015 18:09 WIB

Ini 12 Kebijakan OJK di Sektor Perbankan

Rep: Binti Sholikah/ Red: Satya Festiani
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri) berbicara saat silaturahmi dengan media dikantor OJK, Jakarta, Jumat (24/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri) berbicara saat silaturahmi dengan media dikantor OJK, Jakarta, Jumat (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Sebanyak 12 kebijakan di antaranya merupakan stimulus di sektor perbankan. Empat kebijakan pertama terkait Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) merupakan kebijakan yang di-restatement.

 

Empat kebijakan tersebut yakni, tagihan atau kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko  sebesar nol persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Penerapan penilaian Prospek Usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari  sektor usaha debitur. Kemudian, pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, terkait turunnya ATMR akan berdampak pada penghitungan rasio kecukupan modal (CAR). Penghitungan CAR yakni modal dibagi ATMR. "Kalau ATMR turun dengan modal yang sama, CAR pasti meningkat," kata Nelson dalam konferensi pers di acara halal bi halal di kantor pusat OJK Jakarta, Jumat (24/7).

Nelson menambahkan, kredit itu ada risikonya, jika risikonya diperkecil CAR-nya akan meningkat. Kalau CAR-nya semakin besar, pemberian kredit juga semakin besar.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menambahkan, terkait ATMR nanti akan sangat menentukan CAR. Ketika ATMR diturunkan, modal semakin besar sehingga ruang bank untuk lending semakin besar. "Kecukupan modal lebih baik akan mempengaruhi kemampuan lending," kata Muliaman.

Nelson menjelaskan bobot risiko KKB 75 persen, ada beberapa kriteria. Pertama diberikan kepada debitur usaha mikro kecil atau perorangan. Plafon pembiayaan debitur paling tinggi 2 persen dari hasil penjumlahan plafon pembiayaan untuk UMK dan perorangan. Plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi Rp 1 miliar. Debitur tidak tergolong sebagai 50 debitur besar bank. Tagihan tidak dalam bentuk surat berharga. Selain itu, tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai kredit beragun rumah tinggal, kredit beragun properti komersial, serta kredit pegawai atau pensiunan.

Selanjutnya, bank diperkenankan melakukan restrukturisasi kredit sebelum ada penurunan. Restrukturisasi bisa dilakukan kalau bank kreditnya masih lancar. OJK mendorong bank melakukan restrukturisasi jangan menunggu kreditnya bermasalah. Sehingga bank bisa meningkatkan kualitas. Sebab, kualitas yang baik tidak perlu dukungan modal besar. Tapi kalau kredit macet harus didukung 100 persen modal.

Kebijakan selanjutnya merupakan kebijakan yang dikeluarkan sementara. Yakni, penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan sebesar 35 persen, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen.

Selanjutnya, penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 miliar menjadi paling tinggi Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.

Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 miliar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bank. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period.

Kebijakan terakhir tentang Persyaratan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam dua hal. Yakni pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20 persen dan tidak menjadi pengendali, atau tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank.

Muliaman menegaskan, kebijakan-kebijakan tersebut penting karena OJK punya tiga keinginan bagi sektor keuangan nasional. Pertama, OJK ingin industri keuangan lebih kontributif terhadap pembangunan ekonomi nasional. Kedua, OJK ingin sektor keuangan punya daya tahan lebih kuat. Sehingga saat krisis datang tidak menjadi perhatian berlebihan karena punya daya tahan lebih tinggi. Ketiga, OJK ingin industri keuangan nasional membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat yang ada di pelosok.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement