REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menstimulus kinerja industri dalam negeri. Stimulus ini penting agar industri dapat bertahan di tengah lesunya perekonomian.
Ada beberapa faktor yang menghambat kinerja industri. Yang pertama mengenai permasalahan energi berupa tarif dasar listrik yang setiap tahun naik tanpa pola yang jelas.
Ade berharap pemerintah dapat memberlakukan tarif khusus bagi industri. "Atau setidaknya pemerintah memberikan diskon 65 persen bagi industri untuk pemakaian dari malam hingga pagi hari," kta Ade dalam acara diskusi tengah tahun Center of Reform on Economic (Core) di Jakarta, Selasa (28/7).
Di bidang transportasi, faktor yang membebani dunia usaha adalah tingginya tarif terminal handling charge. Dia mengatakan tarifnya sebesar 95 dolar AS untuk kontainer ukuran 20 kaki. Tarif ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara Asean seperti Thailand yang hanya mematok 60 dolar AS, Malaysia 76 dolar AS, dan Vietnam 46 dolar AS.
"Bukan hanya itu, kurs-nya pun bahkan sudah ditetapkan sebesar Rp 15 ribu per dolar AS meskipun sebenarnya masih lebih murah dari itu," keluh Ade.
Bagi industri tekstil sendiri, beban semakin bertambah setelah pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kapas sejak 22 Juli 2014. Padahal, kata dia, kapas yang diimpor tersebut belum diproses sehingga belum ada nilai tambahnya.
"Bahan baku kapas perlu impor karena suplai di dalam negeri tidak memadai," ucap Ade.