REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah mengingatkan agar dalam pelaksanaan Pilkada serentak yang dilaksanakan di 21 kabupaten/kota di Jateng, tidak dicemari kasus mahar politik.
''Kita sudah ingatkan jajaran Panwaslu di setiap kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada, untuk mencermati masalah ini. Bila ada laporan masyarakat kemudian ditemukan bukti seperti ini, kita akan proses sesuai ketentuan yang berlaku,'' ujar Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jateng, Teguh Purnomo, Rabu (29/7).
Ia mengakui dalam setiap pelaksanaan Pilkada memang selalu berpotensi terjadinya kasus-kasus berupa mahar politik. Yakni, politik transaksional yang sering kali melibatkan antara partai politik maupun antar pasangan calon dengan partai politik.
''Dalam pelaksanaan Pilkada selama ini, kita sering mendengar adanya kasus seperti itu. Namun dalam upaya pembuktiannya, kami juga seringkali mengalami kesulitan karena proses mahar politik berlangsung secara tertutup dan hanya melibatkan kalangan-kalangan internal partai,'' jelasnya.
Meski demikian, ia menegaskan bila sampai ditemukan alat bukti telah terjadi kasus mahar politik maka pihaknya tidak akan segan-segan membawa kasusnya ke ranah hukum sesuai UU No 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
''Upaya hukum yang dilakukan tidak akan langsung menghasilkan putusan yang menyatakan sah atau tidak sahnya proses Pilkada. Namun kasusnya bisa saja merembet pada hasil akhir proses Pilkada,'' katanya.
Dalam kasus Pilkada Purbalingga yang sejauh ini hanya diikuti satu pasangan calon dan didukung 9 partai politik, Teguh mengakui, proses Pilkada di kabupaten tersebut memang berpotensi terjadi kasus mahar politik.
Yakni, berupa kesepakatan transaksional antar partai untuk mengusung pasangan calon boneka, hanya untuk tujuan agar Pilkada tetap bisa dilaksanakan dengan kemenangan pasangan calon yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan informasi yang dia terima, dari 9 partai yang mendeklarasikan dukungannya terhadap pasangan Tasdi-Dyah Hayuning Rahayu, hanya lima yang dianggap syah mengusung pasangan tersebut karena dilengkapi rekomendasi dari DPP parpol bersangkutan. Yakni, Partai PDIP yang di DPRD Purbalingga memiliki 11 kursi, Gerindra 6 kursi, PAN 4 kursi, PKS 5 kursi dan Nasdem 1 kursi.
Sedangkan empat partai lainnya, meski pun menyatakan mendukung pasangan Tasdi-Tiwi, hanya sebatas mendukung. Tidak secara resmi mengusung pasangan tersebut, karena tidak didasari aturan legal formal berupa rekomendasi dari DPP.
''Kondisi ini memang membuka peluang terjadinya kasus mahar politik berupa munculnya pasangan calon boneka,'' katanya.
Terhadap kemungkinan pasangan calon boneka ini, Teguh menyatakan, pengawas Pemilu tidak akan bisa membatalkan pelaksanaan Pilkada bila memang terjadi kasus seperti itu.
''Kita hanya melihat aspek legal formalnya saja. Bila memang pasangan calon boneka yang diusung memenuhi syarat administratif, misalnya didukung partai yang memiliki 20 persen kursi di DPRD, maka proses pilkada akan tetap berlangsung,'' katanya.
Yang bisa diusut, menurut Teguh, adalah kemungkinan adanya kasus mahar politik. ''Bagaimana pun, kalau ada kasus pasangan calon boneka, pasti terjadi proses mahar politik di dalamnya. Kalau memang kita dapatkan bukti seperti ini, tentu Bawaslu kita tidak akan tinggal diam,'' jelasnya.