REPUBLIKA.CO.ID, SAGULING -- Ratusan keluarga di kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat, mengaku masih mengalami kesulitan mengakses listrik. Tercatat, di Desa Saguling terdapat 195 rumah yang mengalami kesulitan mengakses listrik.
Kasi Ekonomi dan Pembangunan Desa Saguling, Gunawan Wibisana, menuturkan, ratusan rumah yang kesulitan mengakses listrik itu tersebar di enam kampung. Enam kampung ini yaitu Bangkenang, Cibusung, Cikondang, Cimenteng, Cimanggu, dan Citeureup.
Pihak desa, kata dia, sudah sering mengirimkan pengajuan agar rumah-rumah di kampung tersebut bisa dimudahkan mengakses listrik. "Kalau bantuan yang namanya desa pasti mengajukan. Tapi belum ada tanggapan sampai sekarang," ujar Gunawan kepada Republika, Rabu (29/7).
Kata dia, bantuan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) bakal mengirimkan jaringan listriknya jika terdapat lebih dari 20 rumah di satu titik lokasi yang belum menikmati jaringan listrik. Sedangkan, karena kontur permukaan tanah di beberapa kampung di Desa Saguling tidak rata, menanjak dan menurun, satu titik lahan landai kadang hanya bisa diisi sekitar 10 rumah.
"Alasannya tidak sesuai karena hanya sedikit rumah yang butuh, terus biaya tiang listriknya itu juga mahal, makanya mereka maunya di lokasi yang banyak rumahnya biar sekaligus," terang dia.
Pemukiman di Desa Saguling menyebar ke banyak titik lahan yang permukaannya landai. Pemukiman di sana tidak menumpuk di satu lokasi seperti di kawasan perkotaan. Di desa tersebut, pun dikelilingi lahan pertanian maupun perkebunan sehingga tidak mungkin warga membangun pemukiman di satu titik lokasi.
Kondisi jalan di Desa Saguling pun rusak parah. Banyak bebatuan yang terlihat menyembul dari permukaan tanahnya, sehingga, kendaraan roda empat bakal kesulitan saat melintasinya. "Karakter wilayah desa kita ini bebukitan, kadang ada rumah di atas, kadang ada juga rumah yg di bawah, makanya sulit juga didirikan tiang listrik," ujar dia.
Pendirian satu tiang listrik, kata Gunawan, itu membutuhkan biaya sampai Rp 3 juta. Saat tiang listrik misalnya dibangun di satu titik, PLN menyediakan kabel hanya sepanjang 35 meter untuk disambungkan ke rumah warga. Jika kabel tersebut belum sampai ke rumah, maka pemilik rumah harus merogoh koceknya sendiri untuk menambah kabel sambungannya.
Gunawan mengakui, seluruh warga di Desa Saguling memang sudah bisa memanfaatkan listrik di rumahnya masing-masing. Namun, persoalannya, masih banyak warga yang kesulitan untuk mengaksesnya karena pendirian tiang listrik masih sedikit. Bahkan, kata dia, tidak seluruh rumah di desa tersebut yang terpasang saklar listriknya.
Sebab, tiang-tiang listrik hanya dibangun di titik yang mudah dijangkau oleh PLN. Akibatnya, hanya segelintir rumah yang bisa dipasangkan saklar listrik. Apalagi, jika jarak rumah warga ini melebihi 35 meter dari tiang listrik, maka dia harus membeli kabel listrinya lagi untuk kemudian disambungkan ke rumahnya.
"Rumah-rumah yang di atas, yang jauh dari jalan, saklar listriknya itu enggak ada. Saklarnya malah dipasang di rumah orang lain yang berdekatan dengan tiang listrik," tutur dia.
Namun, ada pula warga di Kecamatan Saguling yang menyambungkan kabel dari rumah tetangga yang terpasang instalasi listrik, sampai ke rumahnya. Rumah warga ini tidak memiliki saklar listrik dan berjauhan dari tiang listrik.
Akibatnya, ia harus membayar upah penggunaan listrik ke warga yang rumahnya dipasangi listrik. "Ada yang per lampu itu dihargai Rp 5.000, jadi bayarnya ke warga yang dapat listrik. Ya bisa dibilang satu saklar untuk dua rumah," tutur dia.
Jika warga tersebut ingin menyalakan peralatan elektronik, seperti radio dan televisi, ataupun yang lainnya, bakal ada penambahan biaya ke warga yang mendapatkan jaringan listrik. "Ini sudah sejak 2002, ya ini karena kurang tiang listrik saja, katanya sih bakal ada penambahan listrik dari PLN, tapi sampai saat ini belum ada," ujar dia.