REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan fenomena pasangan calon tunggal di Kota Surabaya dalam pemilihan kepala daerah merupakan risiko.
"Kalau dengan uang mungkin masalah kemarin selesai, tapi kita tidak ada. Kita mau bahwa ini benar-benar murni pemilihan, ya jadinya begini, risikonya begini," katanya, Selasa (4/8).
Risma juga mengaku sudah menyampaikan kepada PDI Perjuangan sebagai partai yang mengusungnya bahwa dirinya tidak mau ada komunikasi dengan uang.
"Saya tidak mau ada transaksi karena itu berat mengurusi rakyat. Kalau kemudian ada 'deal' tertentu, saya juga tidak ingin jadi hambatan untuk melayani masyarakat," ucap dia.
Dia juga tidak merasa dirugikan karena menjadi menjadi calon tunggal di Kota Surabaya.
"Tidak merasa dirugikan, dikira enteng apa jadi Wali Kota Surabaya," kata Risma.
Sebelumnya (3/8), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat mengumumkan hasil pendaftaran pasangan calon pilkada dan menyatakan ada tujuh daerah dengan pasangan calon kurang dari dua atau calon tunggal.
Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik menyebutkan tujuh daerah adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Samarinda di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan data Sistem Informasi Tahapan Pilkada (SITaP) KPU, Kota Surabaya hanya terdapat satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yaitu petahana Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana yang diusung oleh PDI Perjuangan.
"Satu daerah yaitu Kota Surabaya memang ada yang mendaftar, tapi dari informasi yang kami peroleh terakhir, pendaftarnya menyatakan mengundurkan diri," katanya.