REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan pemberian remisi kepada para terpidana kasus terorisme dan korupsi sangatlah tidak manusiawi dan tidak sepadan dengan perilaku mereka.
"Perilaku para terpidana korupsi dan terorisme sudah menghancurkan hak asasi orang lain, saat mereka beraksi," ujar Neta kepada Republika Online, Selasa (11/8).
Sehingga, sambung Neta, sangat tidak pantas para terpidana kedua kasus tersebut mendapatkan remisi. Menurut Neta, pemerintahan Joko Widodo semakin tidak jelas sikapnya.
"Padahal pada pemerintah sebelumnya para napi koruptor dan teroris tidak mendapatkan remisi, baik untuk hari raya lebaran, natal tahun baru maupun 17 Agustus," ucap Neta.
Pemerintah, tambah Neta, seharusnya mempertimbangkan hak asasi rakyat, khususnya korban terpidana dua kasus tersebut. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dari Kementerian Hukum dan HAM memberikan pengurangan masa hukuman atau remisi istimewa kepada 118 ribu narapidana pada hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan.
Termasuk diantaranya napi teroris dan koruptor, kecuali yang mendapat hukuman mati, hukuman seumur hidup dan yang melarikan diri. Hal tersebut berdasarkan Keppres no.120 tahun 1955 tentang Pengurangan Pidana Istimewa pada Hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan.Dalam Keppres tersebut, remisi istimewa sudah diberikan sejak tahun 1955 dan dilanjutkan pada tahun 1965, 1975 dan seterusnya.