REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Identitas imigran Muslim di benua Eropa dan Amerika masih menyisakan dilema. Tak ayal, selompok muslimah di Prancis melakukan kampanye menolak apartheid dan diskriminasi di sekolah-sekolah.
“Itulah yang kami perjuangkan. Kami akan senang melihat foto-foto di kelas menunjukkan anak berambut pirang bisa berdampingan dengan anak-anak kami,” kata Safia, salah satu pemimpin kampanye di bagian selatan kota Montpellier, dilansir dari onislam.net, Kamis (13/8).
Ibu tiga anak ini mengungkapkan, kampanye bertujuan mengakhiri ghettoization di sekolah-sekolah Perancis. Mereka mendorong la mixite, sebuah inisiatif untuk menciptakan inklusifitas dan suasana sekolah yang ‘lebih Prancis’.
Sekelompok ibu-ibu ini mengunjungi beberapa sekolah untuk melakukan advokasi. Mereka juga menciptakan sebuah laman Facebook, serta mengirimkan surat ke balaikota, dinas pendidikan setempat, dan Menteri Pendidikan Prancis, Najat Vallaud-Belkacem.
"Tidak untuk ghetto - ya untuk la mixité" demikian terbaca dalam poster mereka. Di lingkungan Petit Bard, Montpellier, tak kurang dari 5.000 keluarga Muslim berlatar belakang Maroko tinggal. Mereka masih mengeluhkan adanya pembedaan yang dialami siswa-siswa Muslim di sekolah.
Para ibu Muslim berharap, Belkacem yang telah vokal pada banyak aspek diskriminasi di tengah masyarakat Prancis akan mendukung kasus mereka. Belkacem adalah wanita kelahiran Maroko pertama dalam sejarah Perancis yang memegang jabatan menteri pendidikan.
Aksi ini mendapat sambutan positif dari kepala sekolah setempat. Para pejabat departemen pendidikan mengakui, perubahan sudah dilakukan, meski masih berjalan lambat.
“Kami ingin menyaksikan anak-anak pergi ke sekolah tanpa diskriminasi budaya atau agama,” kata Fatima, wali murid yang lain.
Prancis ditempati hampir enam juta Muslim. Belakangan, komunitas Muslim merasakan peningkatan aksi Islamofobia di negara itu.
Januari lalu, menteri pendidikan Perancis telah mengumumkan langkah-langkah baru untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi dan penghormatan agama di sekolah.