Ahad 16 Aug 2015 17:20 WIB

Kemenkes Pandang Jamu Berpotensi Besar untuk Dikembangkan

Rep: C18/ Red: Indira Rezkisari
Minum jamu/ilustrasi
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Minum jamu/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi jamu untuk menjaga kesehatan terus bersaing dengan obat-obatan keluaran pabrikan. Tingginya konsumsi jamu di Indonesia berpotensi membuat obat tradisional itu semakin berkembang hingga menarik minat swasta dan BUMN untuk mengembangkannya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga Aditama mengatakan Kemenkes mendukung up‎aya swasta dalam peningkatan produksi jamu pemanfaatan tanaman obat nusantara.‎ Tjandra mengatakan jamu memiliki alasan kuat untuk dikembangkan dalam skala industri luas.

"Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu merakit jamu dan meminum jamu sejak abad kelima masehi. Jamu juga sudah dimanfaatkan sejak ribuan tahun lalu," kata Tjandra, Ahad (16/8) di Jakarta.

Tjandra mengatakan konsumsi jamu di Indonesia terbilang cukup tinggi. Lanjutnya, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2010 lalu 57 persen masyarakat pernah minum jamu dan merasakan manfaatnya. Dalam waktu satu tahun terakhir 30 persen rumah tangga langsung memanfaatkan keterampilan dan ramuan jamu.

Tjandra mengatakan berbagai aturan mulai dari permenkes hingga undang-undang mendukung pemanfaatan jamu. Masyarakat pada umumnya juga mengakui kehandalan jamu, khususnya dari berbagai pengalaman pemakaian oleh diri mereka sendiri dan orang tuanya, serta melihat bukti empiris.

"Tingginya komitmen politik sekarang ini untuk pengembangan jamu. Bahkan Presiden Jokowi secara gamblang mengatakan sudah bertahun-tahun minum jamu secara rutin," ungkap Tjandra.

Tjandra mengatakan penggunaan herbal dapat untuk lima hal seperti makanan sehat bergizi, kosmetik, pengusir serangga atau vektor pembawa penyakit, makanan dan obat hewan, dan obat-obatan. Menurutnya, pengembangan industri jamu bakal berimbas pada kesehatan, pertanian serta ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement