REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta Mahkamah Konstitusi lebih mementingkan perkara pendidikan dibandingkan politik. Hal itu terkait pengajuan uji materi yang diajukan JPPI soal undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
"MK lebih pentingkan perkara yang terkait politik karena lebih seksi, ketimbang judicial review yang kami ajukan," kata Ridwan di Kantor Indonesian Coruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Kamis (20/8).
Ridwan mengatakan meski pendidikan merupakan persoalan krusial tapi MK lebih mementingkan perkara-perkara politik. Ridwan mencontohkan seperti uji materi calon perseorangan dalam Pilkada.
"Ternyata MK memperlambat sidang ini. MK lebih pentingkan bahasan politik seperti calon perseorangan," ujar Ridwan.
Ridwan mengakui JPPI telah mengajukan uji materi UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, terkait wajib belajar 12 tahun pada 5 September 2015. Namun, hingga kini tidak ada kelanjutan terkait uji materi yang mereka ajukan.
Ia mengatakan, proses uji materi terkait masa pendidikan wajib itu terhenti pada sidang kedua pada 21 Oktober 2014 yang beragenda perbaikan permohonan. "Beberapa hari lagi proses uji materi yang kami sudah hampir setahun," katanya.
Terkait proses uji materi yang dinilai berlansung terlalu lama ini, pihak JPPI telah melayangkan surat kepada MK untuk menanyakan perkembangan pada 12 Februari 2015.