Kamis 27 Aug 2015 14:11 WIB
Rupiah Melemah

Ketua MPR: Krisis 2015 Beda dengan 1998

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua MPR Zulkifli Hasan memimpin rapat gabungan pimpinan Fraksi-Fraksi MPR dengan pimpinan kelompok DPD di Ruang GBHN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua MPR Zulkifli Hasan memimpin rapat gabungan pimpinan Fraksi-Fraksi MPR dengan pimpinan kelompok DPD di Ruang GBHN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan, mengatakan ekonomi Indonesia saat ini terus melambat dan terberat. Namun, krisis saat ini berbeda dengan krisis pada waktu awal reformasi Tahun 1998.

"Ekonomi kita melambat dan terberat. (Krisis saat ini) Beda dengan 1998, tapi kesulitan sudah di depan mata," kata Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan seusai membuka Rakornas. XII dan Seminar Nasional Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma. Indonesia (KMHDI) di Bandar Lampung, Kamis (27/8).

Ia mengatakan mata uang rupiah terus melemah dibandingkan dengan dolar setiap harinya. Akibatnya, semua barang kebutuhan pokok menjadi mahal. "Kesulitan sudah di depan mata. Harga daging sapi dan daging ayam sudah mahal," ujarnya.

Meski rupiah terus melemah melebihi pada waktu krisis 1997 dan 1988, mantan Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, tidak mau menyatakan bahwa Indonesia saat ini krisis penuh.

"Krisis ini berbeda dengan 1998. Ekonomi kita melemah dan terberat. Catat itu," kata tokoh asal Lampung ini, yang juga ketua umum DPP PAN.

Untuk mengatasi krisis ekonomi yang semakin melemah dan berat, ia mengajak semua pihak partai politik, pengusaha, pemuda, ormas, dan pemerintah untuk bersatu membangun kembali ekonomi Indonesia yang kian berat ini.

"Jangan ada lagi KMP dan KIH, NU dan Muhammadiyah, semua bersatu bangun ekonomiu demi kesejahteraan rakyat," katanya.

Menurut dia, yang terpenting dalam membangun bangsa ini, yakni  menjadikan manusia unggul dibandingkan dunia lain. Ia mengatakan selama ini kita membangun sektor kehutanan dengan kekayaan kayunya, lalu menjadikan banjir di mana-mana.

Kemudian membangun sektor  pertambangan melahirkan lubang-lubang galian yang tidak bermanfaat. Maka itu, ia mengajak semua elemen untuk membangun keunggulan sumber daya manusia, yang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang berwawasan kebangsaan bukan kelompok dan golongan tertentu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement