REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrok antara anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali terjadi. Kali ini bentrokan terjadi Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada Ahad (31/8), kemarin.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai kasus semacam ini bukan hanya karena salah paham. Menurut Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, peritiwa itu berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Rasa Aman masyarakat sebagaimana dijamin pasal 9 ayat (2), 29 ayat (1), 30 dan Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Insiden itu bentuk pelanggaran atas rasa aman masyarakat," kata Maneger di Jakarta, Senin (31/8).
Komnas HAM sangat prihatin dengan kejadian tersebut. Peristiwa itu dinilai sebagai pertunjukam ritual yang menebar syiar ketakutan untuk masyarakat. "Kedua lembaga diberikan kewenangan untuk memegang senjata yang dibeli dengan uang rakyat, justru untuk kesekian kalinya mempertontonkan kekerasan," katanya.
Untuk itu, Komnas HAM mendesak agar pimpinan TNI-Polri menjamin kejadian serupa tidak terulang demi terpenuhinya hak atas rasa aman masyarakat. Selain itu, Komnas HAM mendesak negara memastikan adanya evaluasi menyeluruh terhadap rekruitmen, pendidikan, penempatan, profesionalitas, psikologis, dan kesejahteraan personil TNI-Polri.
Selanjutnya, Komnas HAM mendesak negara untuk menyelesaikan pola relasi TNI-Polri pascapemisahan kedua lembaga. "Panglima TNI dan Kapolri juga harus menegakkan hukum kepada pelaku pemicu dan penembakan," kata Maneger.
Maneger menambahkan, kedua lembaga harus memastikan secara terbuka terkait asumsi sebagian kalangan yang menduga ada oknum TNI-Polri terlibat dalam "bisnis pengamanan".
Sebelumnya, bentrokan antara TNI-Polri kembali terjadi di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Dari insiden tersebut, seorang anggota TNI tertembak. Selain itu, empat sepeda motor dan sebuah mobil polisi dibakar.