REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam perencanaan moda transportasi, pemerintah perlu memperhatikan pembangunan seimbang. Harus ada simulasi komprehensif ketika proses konstruksi dimulai.
“Terutama bagaimana dampaknya pada sektor lain. Analisa ini harus komplit,” ujar pengamat transportasi dari GIZ SUTIP Achmad Izzul Waro kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Seluruh pengadaan moda transportasi berada di bawah tanggung jawab pemerintah. Untuk itu harus dibina secara keseluruhan dan jangan sampai mematikan transportasi lain. Kereta api cepat merupakan barang mewah.
“Jangan sampai transportasi yang sifatnya tersier ini membuat transportasi primer dan sekunder tersingkirkan,” kata dia.
Semua rencana pembangunan transportasi harus melibatkan para pemangku kepentingan baik dari sisi tata guna lahan, air hingga sumber daya alam.
Saat ditanya mengenai kereta api cepat, Izzul menjawab proyek ini hanya akan membuat dua kutub (Jakarta dan Bandung) menjadi semakin besar. Sayangnya, hal tersebut tidak diikuti daerah-daerah yang dilewati koridor.
Jakarta dan Bandung adalah kota yang penuh dengan kemacetan. Tidak bisa dipungkiri, untuk menuju stasiun kereta api cepat butuh transportasi lain. “Mengingat kemacetan tadi, apakah visible target penumpang akan tercapai,” kata dia. Proyek tersebut perlu pemikiran yang tidak boleh terburu-buru dan butuh penelitian komprehensif,” ucap Izzul.
Seandainya Presiden RI Joko Widodo terpilih lagi untuk pemerintahan periode selanjutnya, Izzul mempersilakannya membangun proyek tersebut. “Mungkin saat itu kondisinya berbeda, itupun kalau dia fokus membangun infrastruktur selama lima tahun ini,” kata dia.
Jokowi diminta memberi kesetaraan setiap warga Indonesia termasuk dalam menikmati transportasi yang layak. “Jangan anak emaskan Pulau Jawa,” ucapnya.
Izzul bercerita, pernah ada seorang guru Manado yang saat zaman pemerintahan Presiden Soeharto diberi kesempatan pelatihan di Jakarta. Saat diberi kesempatan untuk mengajukan permintaan, dia hanya ingin pergi ke Stasiun Gambir dan melihat kereta api.
Usut punya usut, guru tersebut sering ditanya muridnya tentang wujud kereta api seperti apa. “Ini kondisi yang mengharukan. Kenapa Jawa selalu jadi prioritas utama, tapi saudara-saudara kita di luar Jawa kurang diperhatikan,” ujar Izzul.