REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) mengapresiasi kunjungan Presiden Joko Widodo ke wilayah tersebut dalam agenda memantau kebakaran hutan dan kabut asap akhir pekan lalu. Namun, blusukan dinilai bukan solusi jika pendekatannya hanya sebatas 'berkunjung'.
"Presiden ketika itu memberikan statment yang menurut kami sangat baik, namun lemah dalam implementasi lapangan," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko dalam rilis yang diterima pada Senin (7/9).
Aksi tersebut pun dinilai tak akan berdampak signifikan terhadap perbaikan kondisi lingkungan hidup dan rakyat Sumsel. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan lapangan memantau kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di salah satu lokasi kebakaran tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel.
Kunjungan tak efektif, sebab kabut asap merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang terus mengekplootasi hutan dan lahan gambut. Hadi menguraikan maksud kunjungan Jokowi yang ke Sumsel secara verbal. Di mana, orang nomor 1 di tingkat pemerintahan Indonesia tersebut mengeluarkan empat instruksi terkait penyelsaian Karhutla.
"Instruksi tidak jauh berbeda dengan yang beliau sampaikan ketika berkunjung ke Riau," ujarnya.
Bahkan, ketika ke Riau Jokowi menyatakan 2015 bebas asap. Nyatanya komitmen tersebut diingkari. Asap menyelimuti 80 persen Sumatera.
Menurut Hadi, gagalnya komitmen tersebut disebabkan beberapa hal. Salah satunya, instruksi Presiden tidak dijalankan dengan baik oleh pejabat di bawahnya, baik tingkat pusat maupun daerah.
Yang dilakukan oleh pejabat dibawahnya hanya sebatas melakukan hal hal teknis seperti memadamkan api saat sudah terjadi kebakaran, tetapi tidak melakukan upaya upaya strategis berupa penegakan hukum dan review perizinan terhadap perusahaan perusahaan yang membakar lahan dan hutan.