Senin 07 Sep 2015 18:58 WIB

Menkeu: Utang Dibutuhkan Buat Pertumbuhan

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Teguh Firmansyah
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebut penarikan utang dalam sebuah bisnis atau kegiatan perekonomian adalah sebuah kewajaran. Asalkan, utang tersebut digunakan untuk kegiatan produktif.

"Pengusaha juga sudah banyak yang bicara kalau yang namanya bisnis tidak mungkin bisa berkembang tanpa utang," kata Bambang di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/9).

Seperti diketahui, Indonesia memiliki utang cukup besar. Berdasarkan data Bank Indonesia per triwulan II 2015, utang luar negeri Indonesia telah menyentuh angka 304,3 miliar dolar AS.

Swasta berkontribusi lebih besar dalam utang tersebut, yaitu 169,7 miliar dolar AS atau setara 55,8 persen. Sedangkan pemerintah dan bank sentral 134,60 miliar dolar AS.

Bambang mengatakan, utang tidak akan menimbulkan masalah besar apabila memang digunakan untuk hal produktif. Misalnya, pengusaha yang berutang untuk memajukan usahanya.

"Berarti dia memakai utang untuk kegiatan produktif. Kalau mau pertumbuhan, maka memang ada utang yang dibutuhkan," ujar Bambang.

Menurut dia, hal tersebut juga berlaku bagi pemerintah. Indonesia harus menarik utang mengingat pendapatan pajak dan nonpajak tidak cukup untuk membiayai seluruh belanja negara.

Namun, pemerintah saat ini tidak berutang untuk hal-hal konsumtif. Melainkan digunakan untuk kegiatan produktif seperti membangun infrastruktur yang diyakini dapat mendorong perekonomian nasional. "Selama utang itu untuk hal produktif, tidak ada masalah,"  katanya.

Pemerintah, kata Bambang, tidak sembarangan dalam menarik utang. Pemerintah lebih memilih menarik utang kepada lembaga multilateral seperti World Bank dan Asian Development Bank. Alasannya karena bunga yang ditawarkan lebih rendah.

Selain itu, kedua lembaga tersebut juga sudah memperlonggar persyaratan. Misalnya persyaratan untuk menggunakan kontraktor dari luar negeri dengan porsi 50 persen jika menggunakan pinjaman.

"Sekarang sudah tidak ada lagi persyaratan tersebut. Terserah kita mau pakai kontraktor dari mana," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement