Senin 14 Sep 2015 22:00 WIB

Belajar dari Timnas Islandia

Rep: Frederik Bata/ Red: Fernan Rahadi
Timnas Islandia
Foto: icelandreview.com
Timnas Islandia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Frederik Bata

Twitter: @Bataeddy

Kejutan melanda sepak bola Eropa tengah pekan lalu. Tim nasional Islandia untuk pertama kalinya lolos ke turnamen antar negara-negara benua biru.

Kesuksesan negeri yang terletak di sebelah utara Samudera Atlantik itu terbilang fantastis. Sebab, skuat yang diarsiteki duet pelatih Lars Lagerback & Heimir Hallgrimsson tergabung di grup A bersama Belanda, Republik Ceko, dan Turki pada ajang kualifikasi. Di atas kertas, jika dibandingkan dengan tiga kontestan tersebut Islandia bukan apa-apa.

Namun yang terjadi semua dibabat habis. Aron Gunnarsson dan rekan-rekan bahkan terlalu tangguh untuk tim sekelas Belanda. Semifinalis Piala Dunia 2014 dikalahkan dalam dua laga. Skor 0-1 di Amsterdam Arena sekaligus memutus rekor tak pernah kalah De Orange di laga kandang selama 15 tahun pada ajang kualifikasi.

Alhasil puja-puji pun tersemat untuk pasukan Our Boys. Sebuah kenyataan yang menandai kebangkitan sepak bola negara berpenduduk 329.100 jiwa. Tim tersebut lolos ke Perancis tahun depan. Itu adalah turnamen mayor pertama yang diikuti Islandia.

Menilik dari hasil sensasional negara yang didominasi daratan es, membuat publik bertanya-tanya. Apa rahasia sukses dibalik itu? Bukan sebuah kebetulan tentunya.

Pada faktanya, dalam satu dekade terakhir Islandia sangat fokus membenahi sepak bola. Buktinya setelah sempat terlempar di peringkat 131 FIFA, kini negara tersebut duduk nyaman di urutan 23. Melebihi Swedia dan Denmark wakil Skandinavia  yang lebih kental dengan dunia lapangan hijau.

Dasar utama pembenahan yang mereka lakukan adalah penguatan infrastruktur liga domestik. Cuaca Islandia yang bisa mencapai minus 39 derajat tidak mendukung adanya kegiatan olahraga yang efektif. Kompetisi negara tersebut bahkan hanya berjalan empat bulan sewaktu cuaca tidak sedingin biasa. Alhasil para pemain berlatih di Gym dan itu menghambat perkembangan teknis mereka.

Mengetahui hal itu, federasi sepak bola setempat (KSI) membangun lapangan indoor di seantero negeri. Untuk anak-anak dan masyarakat, ada ratusan lapangan bola mini diperuntukkan. Semua itu bertujuan agar penduduk menikmati si kulit bundar.

Bukan cuma itu, para pemain muda jempolan belajar di klub-klub luar negeri untuk kegiatan berjenjang. Norwegia menjadi salah satu negara yang disinggahi anak-anak Islandia. Terbukti, dalam timnas sekarang hanya dua penggawa yang merupakan produk liga lokal.

Daerah seluas 102.775 kilo meter persegi juga menerapkan program untuk melahirkan pelatih-pelatih berkualitas. Di sini KSI membidik UEFA untuk mengadakan pelatihan hingga izin lisensi.

Pada faktanya tangan dingin Lagerback mulai menampakkan hasil. Tahun lalu tim yang dilatihnya nyaris ke Piala Dunia di Brasil. Hanya saja pada babak playoff Islandia disingkirkan Kroasia.

Tak butuh waktu lama semua usaha mereka berbuah manis. 23 pasukan siap berlaga di negeri Napoleon Bonaparte pada 2016. Sebuah hasil apik yang datang dari konsep matang dan keseriusan untuk berkorban.

Berkaca dari potret gebrakan Islandia, hal itu wajib dijadikan pelajaran berharga untuk negara kita. Tanah yang luas dan diisi 200 juta penduduk harus bisa menghasilkan timnas jempolan. Cuaca tropis juga mendukung jika ada program nyata untuk pengembangan sepak bola. Bandingkan dengan kondisi Islandia, kita seharusnya lebih.

Toh organisasi sepak bola tanah air telah berumur 85 tahun. Tidak ada alasan lagi untuk mencari pembenaran dari minimnya prestasi. Memang sejauh ini masih ada konflik horizontal antara PSSI dan Kemenpora. Namun jika semuanya telah satu suara, maka fokus membenahi sepak bola menjadi harga mati.

Turnamen Piala Presiden setidaknya sedikit menghapus kerinduan publik akan hiburan rakyat tersebut. Namun di atas semua itu, solusi untuk perdamaian antara para pemangku kepentingan harus diperoleh. Baru kemudian sasaran intinya adalah pendidikan usia dini dengan mencari bibit di seluruh nusantara dari sabang-sampai merauke. Putra-putra terbaik itu disekolahkan di SSB resmi hingga mendapat sertfikasi. Mereka yang berprestasi harus dikontrak  jaminan klub profesional yang telah lolos verifikasi dari segala aspek.

Dengan begitu, jika semua program dijalankan dengan benar, maka beberapa tahun ke depan, setidaknya kita bisa menaklukkan Asia Tenggara. Setelah itu, bolehlah kita bermimpi menuju level Asia dan Dunia. Islandia dengan segala keterbatasan saja bisa, mengapa kita tidak?

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement