REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengambil sumpah satu pemerintahan pada Sabtu yang mencakup 16 menteri baru, sepekan setelah pemerintahan sebelumnya mengundurkan diri menyusul suatu skandal korupsi.
Sharif Ismail, yang menjadi menteri perminyakan dalam kabinet sebelumnya, diambil sumpah sebagai perdana menteri dalam upacara yang disiarkan televisi negara. Para menteri luar negeri, pertahanan, dalam negeri, hukum dan keuangan tetap di posisi-posisi mereka dalam kabinet baru.
Pemerintahan mantan Perdana Menteri Ibrahim Mahlab mengundurkan diri pada 12 September beberapa hari menyusul penangkapan Menteri Pertanian Salah Helal sebagai bagian dari penyelidikan korupsi. Pemerintahan itu juga mendapat kritik karena proyek-proyek ekonomi mengalami penundaan-penundaan.
Seorang pejabat pemerintah senior mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa perombakan kabinet itu, langkah pertama dan besar sejak Sisi menang dalam pemilihan tahun lalu, dimaksudkan untuk "memompa darah baru" ke dalam pemerintahan baru.
Ismail dipandang sebagai teknokrat veteran dengan pengalaman dalam perusahaan-perusahaan minyak milik negara sebelum ia bergabung dalam kabinet tahun 2013. Kabinet baru terdiri atas 16 menteri baru, dan empat menteri diganti, kata kantor kepresidenan dalam satu pernyataan. Kantor berita negara MENA melaporkan 15 menteri baru.
Dalam kabinet baru itu, Presiden Sisi melantik Tarek al-Mullah, mantan kepala perusahaan minyak negara sebagai menteri perminyakan. Mullah menggantikan Ismail, yang dipandang sebagai salah seorang menteri yang menunjukkan kinerja terbaik. Pemerintahan baru itu menghadapi berbagai tantangan.
Negara Islam, yang menguasai sebagian wilayah di Irak dan Suriah, telah memperoleh dukungan dari kelompok militan paling aktif di Mesir, yang baru-baru ini diberi nama lagi Provinsi Sinai.
Militan-militan telah meningkatkan serangan-serangan atas tentara dan polisi Mesir sejak angkatan darat menggulingkan Presiden Mohamed Moursi pada 2013 setelah protes-protes massal terhadap kekuasaannya. Ratusan orang terbunuh dalam pengboman dan serangan-serangan.
Mesir berjuang untuk memperoleh investasi luar negeri setelah kekacauan politik selama bertahun-tahun yang dipicu pergolakan 2011. Kekacauan itu menggulingkan otokrat Hosni Mubarak, kendati reformasi Sisi mendapat pujian-pujian.