Ahad 04 Oct 2015 16:41 WIB

Masyarakat Perlu Diedukasi Membakar Lahan tak Suburkan Tanah

Petugas Manggala Agni dan TNI memadamkan sisa api yang membakar lahan gambut di Petaling, Muaro Jambi, Selasa (15/9).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Petugas Manggala Agni dan TNI memadamkan sisa api yang membakar lahan gambut di Petaling, Muaro Jambi, Selasa (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli tata kelola air dan hidrologi Universitas Sriwijaya Momon Sodik Imanudin menyatakan, masyarakat perlu diedukasi bahwa kegiatan membakar lahan tidak akan menyuburkan tanah. Malahan, hal itu membuat unsur hara lenyap dengan mudah melalui aliran air dan udara.

"Sebagian besar masyarakat merasa bahwa membakar akan membuat tanah lebih subur. Memang benar karena mendapatkan unsur hara cepat, tapi harus dingat ini hanya terjadi untuk tahun pertama karena pada tahun kedua dan seterusnya, semuanya sudah lenyap," kata Momon di Palembang dalam diskusi bersama sejumlah wartawan.

Doa mengatakan, ketika dibakar, unsur hara tersebut menjadi mudah hilang karena tidak ada kesempatan tersimpan di dalam tanah mengingat lahan yang terbakar sangat rawan erosi. Kondisi intu sngat berbeda jika pembersihan lahan tanpa dibakar (ramah lingkungan). Humus ada kesempatan untuk bersembunyi di dalam tutupan tanah, semisal daun kering maka ada waktu untuk pembusukan.

"Jika musim hujan tiba, maka semua unsur hara ini akan tersapu ke sungai, belum lagi jika menghitung biota penyubur tanah lainnya yang turun mati akibat dibakar seperti cacing tanah, jangkrik, dan tringgiling," kata akademikus yang akan menyandang gelar profesor itu.

Menurut Momon, berdasarkan riset lembaga terkemuka, kerugian akibat kehilangan unsur hara ini mencapai nominal Rp 65 juta per hektare. Angka nominal tersebut didapatkan berdasarkan asumsi atas kehilangan unsur N dan C hingga 97 persen.

Akibatnya, petani akan merasakan dampaknya secara bertahap pada masa mendatang dengan ditandai penurunan produksi lahan. "Jika ini terjadi pada perkebunan sawit maka buahnya tidak ada sebanyak yang dihasilkan lahan yang tidak dibakar, jika ini pada perkebunan ubi maka hasilnya akan kurus-kurus," katanya.

Sementara, untuk memulihkan lahan yang terbakar, menurut Momon bukan perkara mudah. Berdasarkan penelitiannya di kawasan Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, setidaknya dibutuhkan waktu lima tahun dengan biaya Rp 5 juta per hektare per tahun dengan menggunakan teknologi.

     

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement