REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjelasan Kemenhan tentang rencana membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta orang dalam 10 tahun mendapat kritikan tajam dari anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin. Dia menilai kebijakan Kemenhan itu rasanya sulit untuk dimengerti.
Pertama, dilihat dari targetnya berarti 10 juta orang per tahun atau 833 ribu orang per bulan. "Jumlah ini sangat fantastis dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki oleh Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kemenhan yang hanya mampu menampung 600 orang saja.
"Kedua, dasar hukum tentang bela negara ini belum lengkap, bela negara baru ada dalam UUD 1945 Pasal 30 Ayat 1 berbunyi tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara," kata politikus PDIP tersebut dalam siaran pers, Ahad (11/10).
Kemudian dalam Ayat 5 tersebut juga dijelaskan, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Menurut UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 9 Ayat 3 juga disebutkan, ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan UU.
"Jadi sampai sekarang kita belum memiliki UU Bela Negara, sehingga peraturan-peratuan pendukungnya, seperti Perpres atau Keppres masih belum jelas. Tanpa UU Bela Negara dan tanpa aturan pendukungnya akan sulit mewujudkan kebijakan dan upaya bela negara itu," kata mantan sekretaris militer presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Dia melanjutkan, ketiga, menyangkut biaya atau anggaran. Sampai saat ini, DPR bersama pemerintah belum pernah mendiskusikannya secara rinci, berapa biaya yang dibutuhkan untuk melatih 100 juta orang itu. Andaikan dalam lima tahun ke depan dilatih sebanyak 50 juta orang, bila biaya pelatihan per orang Rp 10 juta saja, maka dibutuhkan anggaran Rp 500 triliun.
"Lalu uang dari mana? Karena untuk anggaran TNI dalam pengadaan alutsista pun, pemerintah malah menguranginya. Saat ini untuk kebutuhan alutsista tahun 2016 saja masih kurang sebesar Rp 36 triliun," kata Hasanuddin.
Andaikan tidak terpenuhi, kata dia, bisa dipastikan Restra II pembangunan minimum essensial force (MEF) kekuatan TNI tak akan tercapai pada 2019. "Menurut hemat saya, perlu kita diskusikan ulang, ketika uang negara semakin terbatas kita harus lebih jeli menentukan prioritas mana yang paling utama demi kepentingan bangsa dan negara."