REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemberontak Suriah didikan Badan Intelijen AS (CIA) kini sedang menghadapi serangan serius pasukan Rusia. Sangat kecil kemungkinan, kelompok perlawanan itu akan mendapatkan pertolongan dari patron pendukung mereka.
Hal itu disampaikan oleh pejabat Amerika Serikat seperti dilansir Ahram mengutip laporan Associated Press, Ahad (11/10). Lebih dari sepekan Rusia melancarkan serangan ke Suriah. Rusia mengklaim serangan utama ditujukan ke ISIS. Namun AS sejak awal mengatakan, Rusia menargetkan kelompok oposisi moderat.
"Rusia mengetahui target mereka, dan mereka memiliki kemampuan untuk memahami stiuasi di medan tempur," ujar anggota dewan dari Partai Republik yang juga duduk di komite intelijen DPR AS, Mike Pompeo. 'Mereka mengebom lokasi yang tak berhubungan dengan ISIS."
CIA memulai operasi rahasia pada 2013 untuk mempersenjatai, membiayai dan melatih oposisi moderat anti-Presiden Bashar al-Assad. Selama masa itu, CIA telah melatih sekitar 10 ribu milisi, kendati jumlah angka pastinya belum diketahui.
Empat tahun operasi berjalan, operasi CIA belum juga berhasil. Sejumlah pemberontak pendukung CIA telah ditangkap, dan sebagian membelot ke kelompok ekstremis. "Mungkin sekitar 60 hingga 80 persen senjata yang diberikan AS kini telah jatuh ke tangan Alqaidah dan afiliasinya," ujar Joshua Landis, pengamat Suriah di Universitas Oklahoma.
Pejabat AS menyebut, kendati banyak yang membelot, sejumlah kelompok didikan CIA berhasil mengalami kemajuan di sebelah selatan dan barat laut Suriah.
Pada Juli dan Agustus mereka berhasil merebut dataran al-Ghaib, barat laut Suriah. Kemenangan di al-Ghaib melemahkan kelompok Alawite yang menjadi basis pendukung Assad. Namun beberapa hari terakhir, Rusia telah menghantam area tersebut. Bom Rusia menyasar bangunan milik kelompok oposisi moderat. Serangan ini memberikan pukulan telak buat oposisi.