REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pesawat-pesawat tempur Rusia terus membantu tentara Suriah melancarkan serangan terhadap kubu pemberontak yang tak terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Mereka membantu sekutu Moskow Bashar al-Assad merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan militer Suriah dan sekutunya Hizbullah telah menguasai Tal Skik yang berada di Provinsi Idlib. Keberhasilan ini didukung pemboman sengit Rusia.
Langkah tersebut membawa pasukan pemerintah Suriah lebih dekat dengan posisi pemberontak. Wilayah tersebut telah dikuasai aliansi pemberontak tanpa ISIS. "Pertempuran semakin mengganas, Rusia menggunakan kebijakan membumi hanguskan dan mereka memukul target dengan sangat akurat, tapi ini adalah pertempuran takdir," kata Kepala Biro Militer salah satu kelompok pemberontak, Jabhat Sham.
Sham menambahkan, tentara Suriah membuat kemajuan di kota-kota Mourek dan Atshan di Hama. Mereka menggunakan tank, artileri berat, dan rudal darat. Seorang pejabat militer Suriah, berbicara dengan syarat anonim mengatakan, pasukan telah menyita desa di utara Hama.
Dalam beberapa hari terakhir, Rusia telah secara dramatis mengintensifkan kampanye pemboman. Moskow mengatakan mereka menargetkan kelompok militan ISIS, tetapi sebagian besar serangan justru memukul faksi pemberontak yang melawan Assad.
Beberapa kelompok pemberontak memiliki dukungan dari Teluk Arab, Turki atau Amerika Serikat. Pemboman Rusia telah menyertai kemajuan besar oleh pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh ribuan milisi Hizbullah Lebanon dan ratusan tentara Iran.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tujuan negaranya adalah untuk menstabilkan pemerintah Suriah dan menciptakan kondisi untuk kompromi politik. Dia juga meminta negara-negara lain untuk bersatu dalam upaya melawan kejahatan ini.
"Ketika sebuah divisi dari teroris internasional berdiri di dekat ibukota, maka mungkin ada sedikit keinginan untuk pemerintah Suriah untuk bernegosiasi, kemungkinan besar perasaan seperti dirinya dikepung di ibukota sendiri," katanya dalam sebuah wawancara dengan siaran televisi negara Rusia pada Ahad (11/10) seperti dilansir Aljazirah.