Kamis 15 Oct 2015 19:50 WIB

APBI: Briket Batu Bara Kurangi Subsidi Energi

 Pekerja mengambil briket batubara yang sudah dicetak di  lingkungan balai pengembangan perindustrian sub unit pengembangan IKM logam, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (6/8). (foto : Septianjar Muharam)
Pekerja mengambil briket batubara yang sudah dicetak di lingkungan balai pengembangan perindustrian sub unit pengembangan IKM logam, Gedebage, Kota Bandung, Kamis (6/8). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyatakan briket batubara potensial untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji lantaran harganya yang lebih ekonomis dan bisa didapatkan di dalam negeri.

"Sekarang ini dihadapkan dengan subsidi. Dulu minyak tanah, sekarang gas elpiji. Menurut saya, negara kepulauan seperti kita ini sulit kalau mengandalkan gas, harus dikompresi, elpiji juga diimpor. Sedangkan briket kita punya," kata Direktur Eksekutif Supriatna Suhala dalam seminar di Jakarta, Kamis (15/10).

Dijelaskannya, produksi batubara ranking rendah (low rank) sebagai bahan dasar briket batubara begitu melimpah di Indonesia sehingga pemerintah tidak perlu mengimpor bahan baku energi tersebut. "Pangsa pasar berupa industri kecil dan menengah serta masyarakat pedesaan yang menggunakan briket juga masih sangat besar," katanya.

Supriatna menambahkan, briket batubara asal Indonesia juga berpeluang untuk bisa menjadi komoditas ekspor. Pasalnya, di sejumlah daerah terpencil di dataran Cina, misalnya, masih banyak penduduk yang memanfaatkan briket batubara dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengolah batubara menjadi briket batubara, ada nilai tambah yang didapat sehingga diharapkan bisa mendorong daya saing Indonesia. "Harga briket batubara yang lebih murah juga tentu cocok untuk penggunaan industri kecil dan rumah tangga yang selama ini menggunakan gas elpiji subsidi. Sebab kalau subsidi dicabut teganya akan sangat memberatkan. Lagipula, briket ini aman dan ramah lingkungan dibanding penggunaan batubara langsung," tuturnya.

Meski demikian. Supriatna menyayangkan program penggunaan briket batubara yang dulu sempat digalakkan kini justru terhenti. Padahal, menurut dia, banyak pengusaha yang sudah menanamkan modal untuk program tersebut.

Supriatna menjelaskan, penggunaan briket batubara memang masih terkendala sejumlah tantangan seperti polusi udara yang dihasilkan, permintaan yang rendah serta dukungan pemerintah yang masih minim. "Dukungan perusahaan swasta untuk berbisnis briket, serta kompor briket, juga masih rendah karena permintaannya yang masih rendah. Begitu juga soal kepraktisan dari sisi pengguna," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement