REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nasaruddin Umar menyatakan heran kasus Aceh Singkil bisa terjadi. Hal itu karena menurutnya penduduk di daerah tersebut sudah terkenal sangat plural dan terbuka.
Kecamatan Singkil, Aceh, yang merupakan tempat terjadinya insiden yang disebut-sebut sebagai konflik agama itu merupakan daerah yang berbatasan dengan Sumatera Utara. Sehingga karena berada di perbatasan, Nasaruddin mengatakan, penduduknya sudah terbiasa dengan heterogenitas.
"Saya sangat kaget karena kecamatan Singkil ini daerah perbatasan dengan Sumut, pandangan masyarakatnya sangat plural dan terbuka," ungkapnya ketika konferensi pers usai pleno Wantim MUI di kantor pusat MUI, Jakarta, Kamis (15/10).
Mantan Wakil Menteri Agama RI ini menyatakan akan mengomunikasikan dengan dewan pimpinan eksekutif MUI agar menelaah lebih lanjut kasus tersebut. Karena menurut kewenangannya, kasus ini adalah ranah dewan pimpinan eksekutif MUI, bukan Wantim.
Dia menyatakan, ada hal yang janggal karena kondisi masyarakat yang plural dan terbuka seperti di Singkil bisa terjadi insiden pembakaran rumah ibadah seperti itu. Dia menegaskan harus menelaah kembali sebenarnya apa motif di balik insiden tersebut.
Dewan pimpinan eksekutif MUI, menurutnya sudah melakukan analisis mendalam terkait kasus itu. Kendati demikian dia meyakini insiden ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi umat Islam dan juga pemerintah, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.