REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Masyarakat yang memberi uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis (gepeng) di Yogyakarta siap-siap akan dikenai denda dan sanksi kurungan. Hal ini lantaran Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 1 Tahun 2014 akan efektif diberlakukan awal 2018 mendatang.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Hadi Mochtar mengatakan, Perda terkait penanganan gepeng dan anak jalanan tersebut memang sudah keluar sejak 2014. Namun, pemberlakuan Perda itu akan efektif tiga tahun setelah dikeluarkan yaitu 2018 mendatang.
"Tiga tahun kita lakukan sosialisasi ke masyarakat termasuk penanganan gepeng sendiri. Setelah itu baru efektif 2018," katanya, Jumat (16/10).
Menurutnya, sesuai Perda tersebut gepeng perorangan yang tertangkap razia petugas akan dikenai sanksi pidana masimal enam minggu dan denda Rp 10 juta. Gepeng berkelompok terkena sanksi pidana tiga bulan kurungan dan denda Rp 20 juta.
Memperalat orang lain menjadi gepeng terkena sanksi satu tahun kurungan dan denda Rp 50 juta. Mendatangkan gepeng terkena sanksi satu tahun pidana dan denda Rp 50 juta. Mengoordinir gepeng terkena sanksi 6 bulan pidana dan denda Rp 40 juta.
"Sedangkan memberi uang atau barang pada gepeng akan dikenai sanksi idana 10 hari kurungan dan denda Rp 1 juta," ujarnya.
Saat ini, kata dia, pihaknya sudah memasang papan himbauan tidak memberikan uang atau barang kepada gepeng di beberapa simpang jalan di Kota Yogyakarta. Tahun depan, papan imbauan ini akan diganti dengan papan larangan berikut informasi terkait sanksinya.
Selain itu kata dia, razia gepeng juga gencar dilakukan bersama Dinas Ketertiban setempat.
Kabid Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Okto Noor Arafat mengatakan, papan imbauan tidak memberikan barang atau uang ke gepeng sudah dipasang di 44 titik simpang jalan besar di Yogyakarta.
"Kedepan, jumlah titiknya tridak akan kita tambah. Sudah cukup, materinya yang kita ubah," ujarnya.
Pihaknya kata Okto, justru gencar melakukan sosialisasi ke wilayah langsung ke RT/RW. Pasalnya kata dia, ada kecenderungan gepeng tidak lagi beroperasi di jalan tetapi langsung ke rumah-rumah ppnduduk. Karenanya kata dia, sosialisasi perda ini gencar dilakukan langsung ke RT/RW.
Pihaknya kata Okto, bahkan mencetak ribuan leaflet untuk dibagikan ke masyarakat di tingkat kelurahan terkait Perda no 1 tahun 2014 tersebut. Di leaflet itu juga dicantumkan denda dan sanksi pidana yang dikenakan ppada pemberi gepeng.
"Kita juga pasang banner serta spanduk di kelurahan-kelurahan agar masyarakat lebih tahu," katanya.
Pihaknya juga mengoptimalkan peran pendamping sosial masyarakat di setiap kkelurahan. Dengan begitu doharapkan gepeng yang beropperasi di wilayah terus berkurang.
Menurutnya, junmlah gepeng yang tercatat di Dinsosnakertrans sendiri juga terus berkurang setiap tahun. Pada 2013 terdapat 41 orang, 2014 ada 40 oranag dan 2015 hingga Agustus tercatat 28 orang.