Rabu 21 Oct 2015 03:20 WIB

Jerman Pelajari Pluralisme Indonesia

Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman belajar mengenai pluralisme dari Indonesia setelah mendapati pengungsi di Jerman dan Eropa yang 80 persen berasal dari negara-negara Islam. Hal itu diungkapkan Prof Werner Gephart dari Kte Hamburger Centre for Advanced Studies In Humanities "Law as Culture", lembaga riset terkemuka di Jerman.

Prof Gephart mengakui munculnya gelombang pengungsi di Jerman yang berasal dari negara-negara Islam mendatangkan tantangan baru bagi Jerman. "Pengalaman Indonesia tentunya akan berharga bagi Jerman untuk mengintegrasikan 'legal culture' para pendatang serta dalam menangani mereka yang masih mengalami trauma akibat konflik di negara asalnya," ujarnya.

Gephart mengakui Indonesia dan Jerman, dapat belajar dari pengalamannya sendiri meskipun suatu bangsa harus menjaga kesatuan yang begitu beragam, tapi di sisi lain harus bereksperimen dengan ruang yang diberikan oleh pluralism itu sendiri dalam membangun identitas kolektif.

Dalam acara talk show yang merupakam dialog lintas agama itu juga tampil Prof Dr Franz Magnis Suseno SJ atau yang dikenal dengan Romo Magnis, bersama dengan akademisi Indonesia dan Jerman, di antaranya Prof Dr Christophe Antweiler dari Institute of Oriental and Asian Studies University of Bonn.

Selain itu juga tampil Deputy Chief of Mission KBRI Berlin, Dr Siswo Pramono, dan Dr Luthfi Assyaukanie dari Universitas Paramadina dipandu Dr Martin Ramstedt, chief editor dari seri buku "Religion and Society in Asia".

Mengenai dunia sastra Indonesia dan pluralisme, Dr Siswo Pramono menyampaikan tradisi pluralisme telah ditanamkan ke masyarakat melalui karya sastra sejak 600 tahun yang lalu.

Kitab Sutasoma mengingatkan mengenai semangat pluralisme kepada umat Budha yang merupakan mayoritas pada saat itu dan kemudian menginspirasi Soekarno untuk menjadikan Bhinneka Tunggal Ika menjadi motto masyarakat modern Indonesia yang mayoritas muslim.

Refleksi dari pluralisme dalam masyarakat Indonesia modern yang demokratis dewasa ini antara lain dapat dilihat dari terpilihnya Gubernur DKI Jakarta yang berasal dari minoritas Tionghoa-Kristen. Pramono juga menekankan bahwa bangsa Indonesia bersatu bukan hanya karena kesamaan nilai-nilai keagamaan tetapi juga karena adanya common interest.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement