REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Salah satu derby terpanas dalam dunia sepak bola, yakni Derby Manchester yang mempertemukan antara raksasa Manchester United (MU) dan klub kaya-raya Manchester City, akan kembali tersaji pada akhir pekan ini, tepatnya pada Ahad (25/10) dimana pada musim awal musim ini the Red Devils akan terlebih dulu akan menjadi tuan tumah di Old Trafford.
Sedikit kita menoleh ke masa lalu, derby kedua tim sudah dimulai sejak akhir abad 19 lalu, tepatnya pada 12 November 1881. Saat itu, MU masih bernama Newton Heath dan City masih bernama West Gorton. Saat itu, laga berakhir dengan skor 3-0 yang dimenangkan oleh Newton Heath. Selang beberapa tahun setelah laga itu, kedua klub sama-sama menjadi tim yang punya kekuatan dominan di Kota Industri terbesar di Inggris itu.
Nama Manchester City mulai diperkenalkan ke publik sejak 1984. Mereka melalui masa kejayaan era akhir tahun 1960-an sampai awal 1970-an. Saat itu, tim yang akrab dengan kostum biru langit tersebut berhasil menjuarai Liga Inggris dan Piala Winners Eropa masing-masing sekali. Akan tetapi, ketika memasuki era 1980-an, tim itu mulai mengalami penurunan kualitas sampai akhirnya terdegradasi ke Championship. Mereka pun kalah pamor dengan MU yang telah bertahun-tahun berstatus sebagai tim besar setelah meraih Piala Eropa pada musim 1967/1968.
Terlebih, usai ditangani pelatih asal Skotlandia, Sir Alex Ferguson sejak tahun 1986, puluhan trofi seakan memenuhi lemari MU mulai dari gelar Liga Inggris, Piala FA, Piala Liga, Piala UEFA, hingga trofi Liga Champions. Mereka bahkan sukses menyalip Liverpool sebagai klub paling banyak meraih trofi Liga Primer Inggris (20 kali)
Sementara itu, meski beberapa kali sempat kembali ke kompetisi strata tertinggi sepak bola Inggris, Manchester City lebih banyak diidentikkan sebagai klub papan tengah. The Citizens baru mulai memperlihatkan geliat sebagai tim yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh sang rival pada musim 2006/2007, kala kepemilikan saham dominan The Citizens diambil alih politikus asal Thailand Thaksin Shinawatra.
Saat itu, banyak pemain-pemain berkualitas yang didatangkan ke tim yang dilatih Sven-Goran Eriksson. Namun, karena persoalan politik yang melilit sang pemilik, City dijual ke anggota keluarga kerajaan Abu Dhabi, Sheikh Mansour bin Zayed al Nahyan.
Pergantian kepemilikan itulah yang kemudian benar-benar menjadikan City sebagai salah satu tim yang disegani di Inggris. Selain menjadi penantang juara, sang rival sekota MU pun mulai memandang City sebagai lawan yang tak bisa dianggap remeh karena diperkuat pemain-pemain kelas satu seperti Sergio Aguero, Carlos
Tevez, Joe Hart, hingga David Silva. Sejak saat itu, Derby Manchester mampu menjelma sebagai salah satu derby terbaik tidak hanya di Inggris, tetapi juga di pentas sepak bola dunia.