REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan buruh tekstil, sepatu, dan garmen yang menjadi anggota Serikat Pekerja Nasional atau Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi ke istana presiden, Selasa (27/10). Tuntutan buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Upah (KAU) ini menolak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Mereka menolak formula upah minimum yang baru yang didasarkan pada inflasi dan pendapatan domestik bruto (PDB). Mereka juga menuntut kenaikan upah minimum 2015 berkisar 22 hingga 25 persen.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan alasan penolakan tersebut adalah karena PP dan formula tersebut melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 88 dan 89 yang menyatakan penetapan upah minimum oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan, bukan ditetapkan oleh pemerintah pusat tanpa dirundingkan dengan serikat pekerja.
"Kebijakan ini kembali pada rezim upah murah atas keserakahan dan kerakusan pengusaha," ujarnya melalui pesan singkatnya, Selasa (27/10).
Tidak hanya hari ini, aksi-aksi serupa akan terus berlanjut. Aksi ribuan buruh telah dimulai pada Sabtu (24/10) di Istana Negara. Kemudian pada Senin (26/10), buruh konvoi di kawasan industri se-Indonesia seperti Pulogadung, Cakung, Jababeka, Cikupa, Karawang, dan lainnya.
Hari ini aksi dilakukan oleh SPN dan KSPI di istana, sedangkan besok giliran Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan buruh tekstil yang melakukan aksi di istana. Kemudian pada Kamis (29/10) ada aksi berupa mimbar rakyat, dan pada Jumat (30/10) sekitar 50 ribu buruh akan aksi di istana.
"Sepanjang November aksi buruh akan dilakukan di masing-masing kantor bupati dan gubernur serta melumpuhkan kawasan industri dan pelabuhan," ucap Iqbal. Pada Desember, sebanyak 5 juta buruh akan melakukan mogok nasional di 200 kabupaten/kota.