REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku menghormati proses hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Hanya saja Apindo juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa perubahan aturan ketenagakerjaan yang terjadi secara berkala ini dapat mengurangi kepastian usaha dan berpotensi menghambat penciptaan lapangan kerja baru.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam, menyatakan meski menerima namun banyak pengusaha kecewa dengan hasil putusan tersebut. Apalagi hingga kini terhitung sudah empat kali perubahan dalam formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Ia meyakini investor asing akan kebingungan karena seringnya aturan upah tenaga kerja ini berubah. "Ini bisa menciptakan perfect storm pada dunia usaha,"tutur dia dalam Diskusi Apindo Bersama Forum Wartawan Industri (Forwin), Kamis (7/11/2024).
Badai besar, tutur dia, dalam artian multiplier effect terhadap dunia usaha. Pertama, ucap dia, sektor padat karya dan UMKM kesulitan menyusun rencana keuangan jangka panjang. Sektor ini, yang sangat bergantung pada stabilitas regulasi, perlu kepastian dalam penentuan upah minimum.
"Seiring dengan keputusan terbaru dari Mahkamah Konstitusi, Apindo mengusulkan agar penetapan upah minimum tahun 2025 tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 demi kepastian hukum dan keberlanjutan usaha,"ucap dia.
Kedua, ucap dia, perubahan aturan mengenai upah minimum dan hak pekerja membuat sektor ini rentan terhadap kenaikan biaya tenaga kerja, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas usaha.
Padahal dalam beberapa tahun terakhir, Undang-Undang Cipta Kerja berhasil menarik investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia. Data menunjukkan, investasi di sektor industri padat karya meningkat hingga rata-rata 29,4 persen dalam lima kuartl sejak pengesahan undang-undang tersebut, mencerminkan adanya peluang penciptaan lapangan kerja baru.
Ketiga, perbedaan karakteristik sektor padat karya dan non-padat karya dalam penetapan upah minimum. Menurut mereka, kenaikan upah minimum sebesar 3 --- 3,5 persen dapat memicu efek domino dalam struktur upah di perusahaan, terutama melalui kenaikan biaya untuk pekerja dengan posisi di atas upah minimum (upah sundulan).
Apindo memperkirakan, dampak keseluruhan yang dirasakan pengusaha bisa mencapai hingga 6 persen dengan memperhitungkan kenaikan biaya tambahan seperti upah lembur dan iuran jaminan sosial.
Lebih dari itu, ia berharap Pemerintah tidak menghasilkan keputusan aturan upah tenaga kerja berdasarkan pertimbangan politis. Ia meminta pengusaha tidak lagi dibuat berhadap-hadapan dengan pekerja atau buruh.
"Padahal pada kenyataannya, pengusaha dan pekerja saling bekerja sama dan menghasilkan keputusan Bersama dalam suasana bipartite," tutur dia.