REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang pesisir timur Sumatra dinilai merupakan daerah rawan masuknya barang-barang ilegal. Daerah tersebut sangat strategis sehingga menjadi jalur tikus masuknya barang ilegal ke Indonesia.
"Di sepanjang Sumatra bagian timur sangat dekat dengan wilayah kita, dengan kapal kayu saja hanya menempuh waktu sekitar enam jam sehingga sangat strategis," ujar Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Harry Mulya di Jakarta, Selasa (27/10).
Harry menjelaskan, wilayah yang menjadi titik rawan penyelundupan antara lain Lhokseumawe, Teluk Nibung, Dumai, Bengkalis, Pekanbaru, Jambi, Tembilahan, dan Entikong. Untuk mengantisipasi dan mencegah masuknya barang ilegal dari wilayah tersebut Direktorat Jendral Bea dan Cukai sudah memperkuat armada serta penguatan patroli laut di titik-titik rawan penyelundupan.
Menurut Harry, barang selundupan yang paling banyak masuk melalui titik-titik rawan tersebut yakni pakaian, beras, dan gula. Barang-barang tersebut banyak diselundupkan karena wilayah Sumatera timur minus beras dan gula.
"Beras biasanya masuk dari Vietnam karena harganya lebih murah ketimbang ngambil dari Jawa, kalau beras dari Jawa harganya Rp 8000 per kilogram, beras Vietnam hanya sekitar Rp 4000 per kilogram," ujar Harry.
Sesuai dengan arahan presiden, hasil tangkapan beras selundupan langsung diserahkan kepada Bulog agar dijadikan sebagai cadangan beras nasional. Selain meningkatkan pengawasan di pelabuhan tikus, Direktorat Jendral Bea dan Cukai juga melakukan pengawasan di sejumlah pelabuhan besar seperti Tanjung Priok. Hal ini karena tidak menutup kemungkinan barang selundupan masuk dari pelabuhan-pelabuhan besar.
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai, tangkapan produk elektronik pada 2015 meningkat menjadi 129 kasus dengan nilai tangkapan sebesar Rp 74,6 juta. Sedangkan, pada 2014 lalu jumlahnya hanya 96 kasus dengan nilai Rp 41,6 juta.