REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri menyatakan hukuman suntik kebiri melalui obat antiandrogen bagi pelaku kejahatan seksual pada anak atau pemerkosa maupun paedofilia tidak tepat.
"Kami tidak setuju penerapan hukuman suntik kebiri itu," kata Baidjuri di Lebak, Rabu (28/10).
Dia menilai, hukuman dengan cara lain bisa diterapkan. Seperti hukuman berat, hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Dia beralasan penerapan hukuman suntik kebiri itu tidak bisa memutus mata rantai kejahatan seksual pada anak.
Karena itu, MUI Lebak tidak setuju penerapan hukuman suntik kebiri bagi pelaku kejahatan seks pada anak atau pemerkosa maupun paedofilia. "Kami mendukung hukuman berat bagi kejahatan seksual pada anak sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," katanya.
Menurut dia, alasan ketidaksetujuan itu karena kebutuhan biologis merupakan kepentingan dasar manusia. Selain itu penyuntikan kebiri merusak salah satu organ tubuh yang mengakibatkan tidak berfungsinya organ tersebut.
Dia mengatakan, semestinya hukuman yang tepat bagi pelaku kekerasan terhadap anak atau pemerkosa maupun pelaku paedofilia mendapat hukuman berat. Disamping itu juga mereka mendapat pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama maupun kultural masyarakat.
Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab. Antara lain pertama tidak tersalurkan hasrat syaraf libidonya karena tak memiliki istri atau pasangan wanita. Kedua, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan seksual karena diiming-imingi mendapatkan uang.
Dengan begitu, kata dia, penerapan hukuman suntik kebiri bukan solusi karena tidak bisa memutuskan mata rantai kejahatan seksual itu.
"Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual pada anak agar memberi efek jera, bila perlu dihukum seumur hidup atau hukuman mati," katanya.