REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pencabutan subsidi listrik terhadap 23 juta kepala keluarga mendapat kritik dari Komisi VII DPR RI. Pasalnya, pengguna listrik 450 volt ampere (VA) kebanyakan adalah masyarakat kecil.
Anggota komisi VII, Ramson Siagian, mengatakan sejauh ini belum ada kesepakatan antara DPR dengan pemerintah mengenai rencana yang berlaku pada 2016 ini.
"Justru seharusnya masyarakat kecil dilindungi. Makanya kami terkejut ketika pemerintah mau mencabut subsidi pelanggan 450 VA," ujarnya saat diskusi bertajuk 'Dampak Pencabutan Subsidi Listrik terhadap Perekonomian' di Jakarta, Ahad (1/10).
Namun memang telah ada keputusan antara komisi VII dengan pemerintah dan PT PLN agar pengawasan pemberian subsidi listrik lebih efektif. Harus ada inovasi bentuk satu sistem sehingga pengguna 450 VA adalah masyarakat yang benar-benar berhak.
Pasalnya, selama ini ada indikasi bahwa subsidi tersebut tidak tepat sasaran. "Bukannya malah mencabut subsidi semua pelanggan listrik VA, tapi sistem pengawasannya yang diperbaiki," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Gerindra ini.
Komisi VII akan segera memanggil pihak dari PLN dan Kementerian ESDM untuk menjelaskan kebijakan baru tersebut. "Karena yang harus memutuskan ini bukan PLN, tapi pemerintah. PLN hanya bertindak sebagai operator saja," ujarnya.
Masyarkat kecil, kata Ramson, belum siap bersaing dan masih butuh proteksi dalam hal ini subsidi. Komisi VII menginginkan subsidi dicabut bagi masyarakat yang sudah mampu, namun bukan dengan jalan mencabut subsidi listrik 23 juta kepala keluarga.
Komisi VII telah menyetujui anggaran subsidi listrik pada APBN 2016 sekitar Rp 50 triliun, namun pemerintah menurunkannya menjadi Rp 39 triliun. Fraksi Gerindra menilai APBN tersebut tidak pro rakyat. "Harusnya anggaran ini memihak ke rakyat, jangan malah menjurus ke neolib," kata Ramson.