Selasa 03 Nov 2015 12:12 WIB

NU Jatim: Hari Santri dan Hari Pahlawan Itu Satu Rangkaian

Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Akhmad Muzakki.
Foto: UMM
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Akhmad Muzakki.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat yang juga Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Akhmad Muzakki menegaskan bahwa Hari Pahlawan itu merupakan bagian dari rangkaian sejarah yang satu paket dengan Hari Santri.

"Karena itu, penetapan Hari Santri 22 Oktober yang selang 20 hari dari Hari Pahlawan 10 November bermakna strategis untuk menunjukkan bahwa Muslim berperan dalam perjuangan kemerdekaan," katanya kepada Antara di Surabaya, Jatim, Selasa (3/11).

Menurut dia, Pertempuran Surabaya yang melahirkan Hari Pahlawan tidak akan pernah ada jika tidak ada semangat juang dari kalangan santri atau Muslim yang didasari oleh Resolusi Jihad 22 Oktober.

"Dulu, saat perjuangan Surabaya kata 'santri' memang diwakili oleh siswa pesantren beserta para kiai, tapi kini santri itu menunjuk kepada umat Islam secara keseluruhan di negeri ini yang berjuang dalam sejarah kebangsaan," tuturnya.

Konteksnya, kata pakar Sosiologi Pendidikan UINSA itu, dulu perjuangan melawan penjajahan kaum kolonial, tapi sekarang dari keterbelakangan, kemiskinan, dan keterpurukan. "Jadi, tanggal 22 Oktober adalah momen heroik yang menandai perjuangan nasional pada 10 November," ujar sekretaris PWNU Jawa Timur itu.

Hal itu dibenarkan oleh pemerhati sejarah Resolusi Jihad, Drs H Choirul Anam. Ia menegaskan bahwa pertempuran 10 November 1945 adalah peristiwa heroik yang menentukan 'nasib' eksis tidaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Artinya, jika perlawanan Arek-Arek Suroboyo yang 'menentang' penjajahan kembali dari Pasukan NICA melalui Pertempuran 10 November 1945 itu tidak ada, maka kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bisa jadi tidak akan pernah ada.

"Tapi, pertempuran 10 November 1945 itu juga tidak akan pernah ada tanpa ada Resolusi Jihad di kampung Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945," ucap mantan Ketua PW GP Ansor Jawa Timur itu yang membuktikan realitas sejarah tak tertulis tentang Resolusi Jihad di Surabaya itu melalui penelusuran sejarah dan saksi mata.

Wartawan senior yang akrab disapa Cak Anam itu mengaku beruntung masih bisa bertemu KH Wahab Turchan (pendiri Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial NU 'Khadijah' Wonokromo, Surabaya) pada tahun 1990-an, karena KH Wahab Turchan saat itu menjadi peserta pertemuan Resolusi Jihad itu dari unsur pemuda itu.

"Kiai Wahab Turchan memberikan sejumlah dokumen tentang peserta pertemuan di Jalan Bubutan, Surabaya, yang letaknya tidak jauh dari Tugu Pahlawan Surabaya itu. Ada KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Chasbullah dari Markas Besar PBNU, KH Masykur dari Sabilillah, Zainal Arifin selalu Panglima Hizbullah, dan sekitar 200-an ulama dari Jawa dan Madura yang melakukan pertemuan di Bubutan pada 21-22 Oktober 1945," ungkapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement