REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar akan membuka pemilihan umun (pemilu) parlemen terbuka pertama setelah 25 tahun. Pemilu ini nantinya akan menentukan apakah partai berkuasa yang didukung militer tetap menguasai atau kalah oleh oposisi yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Dilansir Aljazirah, Sabtu (7/11), sekitar 30 juta pemilih akan memberikan suara mereka pada Ahad (8/11). Mereka akan memilih di antara 6.065 kandidat untuk mengisi dua majelis parlemen nasional dan majelis regional. Jajak pendapat akan terbuka pada pukul 06:00 pagi waktu setempat.
Sabtu Myanmar merupakan masa tenang untuk para pemilih selama 24 jam menjelang pemilihan. Sementara itu, pegawai negeri, polisi, pekerja pemilu dan wartawan terakreditasi diizinkan untuk memilih terlebih dahulu hingga Sabtu.
Pemilihan hari Minggu telah dinyatakan oleh PBB sebagai "momen akhir" dalam transisi demokrasi negara itu. PBB bahkan mendesak pemerintahan Presiden Thein Sein "untuk memastikan bahwa penghormatan terhadap hak asasi manusia menjadi fokus dan dikedepankan dalam pemilu ini.
Pada Jumat (6/11) malam, Presiden menyampaikan pidato televisinya yang mendesak warga berhak untuk memilih. Ia bersumpah bahwa "pemerintah dan tentara akan menghormati hasil" pemilu.
Pernyataan itu disampaikan menyusul tuduhan oleh pemenang Nobel Suu Kyi, yang pada Kamis (5/11) mengatakan adanya insiden penipuan pemilih. Pada hari Sabtu, Human Rights Watch juga menuduh ketua komisi pemilihan negara itu, U Tin Aye, bias dalam mendukung putusan Union Solidarity and Development Party (USDP) .