Kamis 12 Nov 2015 16:23 WIB

Kosmetik Berbahaya Banyak Beredar di NTB

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ilham
Sejumlah kosmetik ilegal dengan bahan dan zat berbahaya yang diamankan dalam operasi pasar 19-30 Oktober 2015 disusun di kantor pusat BPOM, Jakarta, Jumat (6/11).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Sejumlah kosmetik ilegal dengan bahan dan zat berbahaya yang diamankan dalam operasi pasar 19-30 Oktober 2015 disusun di kantor pusat BPOM, Jakarta, Jumat (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan peredaran kosmetik dengan bahan berbahaya dan obat tradisional dengan bahan kimia berbahaya banyak beredar di NTB. Tidak hanya itu, banyak obat-obat dengan izin beredar yang dipalsukan.

“Pada 2015 ini banyak yang diperoleh (BBPOM) kosmetik bahan berbahaya, kedua obat tradisional yang mengandung bahan kimia serta izinnya yang dipalsukan. Semua itu ditarik dari peredaran dan masih ada yang beredar,” ujar Kepala Balai besar POM Mataram, I Gede Nyoman Suandi kepada wartawan di Kota Mataram, Kamis (12/11).

Menurut dia, Balai Besar POM Mataram telah memusnahkan kosmetik berbahaya berjumlah 893 item dengan nilai mencapai Rp 323 juta. Pemusnahan juga dilakukan terhadap obat tradisional yang bernilai sebanyak Rp 229 juta.

“Kami fokus pada kosmetik pemutih yang mengandung merkuri. Sekarang juga banyak salon kecantikan mencampur kosmetik dengan bahan berbahaya,” katanya.

Ia menjelaskan, produk kosmetik berbahaya yang masuk ke NTB banyak disalurkan dari Tangerang. Bahkan, dalam bebrapa hari terakhir, pelaku produksi kosmetik berbahaya berhasil ditangkap di Jakarta dan Tangerang.

Gede mengatakan, POM terus melakukan sosialisasi dan pemberdayaan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan. Serta melakukan pemantauan pemasaran obat herbal, kosmetik ilegal yang tidak memberikan jaminan keamanan kepada konsumen.

“Banyak obat-obat yang dipasarkan dan masuk secara legal melalui pelabuhan namun mengandung bahan yang berbahaya,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement