REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang unjuk rasa, menuai polemik. Banyak pihak menilai Pergub itu menghalangi kebebasan berpendapat seperti yang tertuang dalam UU No.9 Tahun 1998.
Kasubdit Rencana dan Administrasi (Renmin) Polda Metro Jaya, AKBP Irfan Pratama membantah jika Pergub itu membatasi kebebasan berpendapat. Menurutnya justru Pergub itu adalah solusi yang baik, agar pelaksanaan unjuk rasa bisa lebih teratur.
"Jadi Pergub Ahok itu bukan melarang. Tapi menyiapkan, saya tekankan menyiapkan. Ada 3 lokasi yang disarankan oleh Gubernur, yaitu di Parkir Timur Senayan, Alun-alun DPR-MPR RI, dan Silang Selatan Monumen Nasional," tegasnya, Kamis (12/11).
"Artinya unjuk rasa disini difasilitasi oleh Pemda mulai panggung, persiapan, dan sebagainya. Ini artinya Gubernur sudah bertanggung jawab dengan benar," ujarnya.
Irfan melanjutkan, waktu yang diperbolehkan pendemo menganspirasikan suaranya pun tidak boleh lebih dari pukul 18.00 WIB. Polisi sebagai penegak hukum tentu akan menindak pendemo andai masih menjelankan aksinya melewati jam yang ditentukan.
"Kalau macet pasti polisi yang disalahkan. Kok begini jadinya, mana ini polisi. Pasti kami ditanya dan disalahkan oleh pemerintah karena tidak menjalankan tugas," katanya.