REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Indonesia tengah berupaya untuk mengembangkan potensi wisata halal. Pengamat ekonomi dan marketing Universitas Padjadjaran Bandung, Popy Rufaidah mengatakan, seluruh pemangku kepentingan dunia pariwisata Indonesia seharusnya bersikap agresif dalam melakukan percepatan pengembangan wisata halal.
Selain itu, kata dia, untuk mengembangkan wisata halal, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibagi di antara pemangku kepentingan. Sekjen Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEBI) itu menambahkan, agresivitas tersebut diperlukan untuk merespons positif keinginan target pasar wisatawan pencari wisata halal yang secara ekonomis memang menggiurkan.
“Soal keharusan untuk agresif itu juga pernah saya katakan dalam kongres tahunan AFEBI pertengahan bulan ini di Pontianak,” ungkap Popy dalam keterangan yang diterima ROL, Senin (30/11). Menurut dia, kongres tersebut dihadiri para dekan, ketua program studi, serta para pengajar fakultas ekonomi PTN dan PTS se-Indonesia.
Anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah Jawa Barat iyu berharap ada efek multiplier untuk menyadarkan bahwa potensi besar tersebut hanya bisa kita rebut tanpa berleha-leha. Popy menambahkan, berdasarkan riset Amadeus, wisatawan muslim dari Timur Tengah, seperti Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman tersebut diprediksi akan membelanjakan uang senilai 60 miliar dolar AS tahun ini.
"Jumlah itu akan meningkat menjadi 216 miliar dolar AS sampai 2030 mendatang," paparnya. Sementara, kata dia, para wisatawan pencari produk halal tersebut adalah pengguna aplikasi aktif seperti Halal Gems, yang menawarkan daftar halal restoran di berbagai tempat. Pengembang dan editor aplikasi tersebut, Zohra Khaku, menarik keuntungan dengan mengutip tariff tertentu secara tahunan kepada restoran-restoran tersebut.
“Karena itulah saya katakan perlunya agresivitas untuk mengambil peluang-peluang tersebut, yang saat ini masih terbuka lebar,” cetus Popy. Caranya, menurut dia, antara lain agar semua pihak berpartisipasi aktif mendukung branding wonderful Indonesia dengan wisata halal.
Selain itu, lanjut dia, perlu segera melakukan pengusulan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang penetapan standard mutu layanan halal. Perlu pula menyegerakan adanya sejumlah panduan ringkas penarik wisatawan mancanegara untuk mengunjungi destinasi halal di Indonesia.
Popy juga mengungkapkan adanya peluang lain, yakni pengembangan sejumlah aplikasi yang masih sangat kurang di Indonesia, yang menampilkan daftar pusat perbelanjaan dengan fasilitas mushala berstandar internasional, daftar mesjid bersejarah dengan informasi dalam tiga bahasa ( Indonesia, Inggris dan Arab), daftar hotel yang menyediakan kolam renang tertutup bagi wanita, daftar makanan dan minuman halal berbasis kearifan lokal berciri kota atau daerah tersebut.
Semua hal tersebut bisa dibagi secara alamiah oleh berbagai pemangku kepentingan dunia pariwisata Indonesia. Menurut dia, pencapaian target 20 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia di 2019 bisa tercapai apabila semua pemangku kepentingan agresif. "Bukan hanya tercapai, bahkan mungkin terlampaui.”